Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
PARIS, 1950. Seorang anak muda berusia 26 tahun masuk ke kampus Institut d'Etudes Politiques. Di sana, selama tiga tahun, pemuda itu memperdalam marxisme—dia amat ingin mengetahui ideologi ini. Keinginan itu timbul sejak masa sebelum kemerdekaan, tatkala ia bekerja sebagai juru bahasa bagi founding fathers, terutama dalam berbagai perundingan dengan pihak asing. Pada usia semuda itu, ia sudah mahir lima bahasa asing—Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, dan Jepang—serta tampil sebagai penerjemah di kala Bung Karno, Bung Hatta, atau Bung Sjahrir menerima tamu dari mancanegara.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo