Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

wawancara

<font size=2 color=#CC0000>Edhie Baskoro Yudhoyono:</font><br />Saya Banyak Dosa

19 Juli 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI usia yang belum genap tiga puluh tahun, Edhie Baskoro Yudhoyono memegang dua posisi politik penting di negeri ini. Tahun lalu dia terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dengan meraup 80 persen suara di daerah pemilihan Jawa Timur VII (Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, dan Ngawi), suara terbesar dalam pemilu legislatif 2009. Dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung pada Mei lalu, Ibas—begitu ia biasa dipanggil—didapuk menjadi Sekretaris Jenderal Partai Demokrat.

Posisi Ibas sebagai sekretaris jenderal di partai pemenang Pemilihan Umum 2009 itu segera jadi omongan. Di arena kongres, Ibas adalah pendukung Andi Mallarangeng, pesaing ketua umum terpilih Anas Urbaning­rum.

Toh, Ibas akhirnya menerima posisi strategis itu. Sabtu dua pekan lalu, dia tampil dan membacakan 134 pengurus baru dalam acara pelantikan pengurus Partai Demokrat 2010-2015 di Cibubur. Menjawab keraguan orang akan kemampuan politiknya, anak ­bungsu Pre­siden Susilo Bambang Yudhoyono ini men­jawab ringan, ”Penilaian orang itu saya terima sebagai masukan sekaligus tantang­an.”

Tak ada yang mengaitkan Ibas dan politik—kecuali bahwa ia anak bungsu Presiden Yudhoyono. Selepas sekolah menengah atas, pria kelahiran Bandung, 24 November 1980, ini meneruskan sekolah ke Curtin University of Technology, Australia. Dua tahun kemudian, 2007, dia melanjutkan ke S. Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapura, dan meraih gelar master.

Selasa pekan lalu, Ibas menerima Yandi M. Rofiyandi, Yophiandi, Sunudyantoro, serta fotografer Suryo Wibowo dari Tempo di Gedung MPR/DPR, Jakarta. Berpakaian hitam-hitam, dia terlihat santai. Di ruang kerjanya, dia hanya didampingi seorang ajudan yang berdiri agak jauh dari tempat wawancara.

Ibas menjawab setiap pertanyaan dengan tangkas, diselingi obrolan tentang Piala Dunia. Ia jauh dari kesan pendiam seperti tertangkap kamera saat berkampanye dalam pemilihan presiden pada 2009. Waktu wawancara yang sedianya hanya tiga puluh menit pun molor menjadi satu jam lebih. Meski seperti diakuinya sendiri, ”Saya terkenal sulit diwawancarai.”

Dalam Kongres Partai Demokrat, Anda mendukung Andi Mallarangeng, mengapa kemudian menerima posisi sekretaris jenderal di bawah Anas Urbaningrum?

Kongres kedua Partai Demokrat sudah selesai dengan baik, lancar, demokratis, dan tertib. Memang saya mendukung Andi Mallarangeng. Saya dekat dengan Bang Andi sejak dia menjadi juru bicara presiden. Dalam kong­res, saya 100 persen mendukung Bang Andi. Tapi, ketika semua selesai, kita melakukan konsolidasi dan kembali jadi satu. Kita dukung calon yang menang untuk kebesaran partai. Saya menerima tawaran Mas Anas tentu saja melalui dasar pemikiran mendalam.

Di kongres, kabarnya, Anda menolak posisi sekretaris jenderal kalau ketua umum bukan Andi Mallarangeng?

Kongres menjadi forum konsolidasi partai. Pada saat pencalonan dan proses kongres, saya tak pernah menyatakan menolak atau memberikan komentar mengenai posisi tertentu. Saya mengatakan, di mana pun, kapan pun, dan posisi apa pun, saya sebagai kader siap (bekerja) dan berpikir terbaik untuk kebesaran Demokrat. Saya ingin menjadi pemuda sportif dan penuh inisiatif. Saya ingin memberikan dukungan secara konkret, tapi saya juga menghargai kemenangan orang lain.

Siapa yang menawari posisi sekretaris jenderal?

Sebelumnya banyak komentar bahwa saya akan menempati posisi sekretaris jenderal, tanpa calon lain. Saya ketika itu tak pernah berkomentar karena masih dalam suasana pertarungan kompetisi internal. Ketika itu yang saya pikirkan hanya bagaimana melakukan yang terbaik sebagai ketua komite peng­arah. Setelah kongres selesai, saya ditawari langsung oleh Mas Anas. Beliau menjelaskan pertimbangannya memi­lih saya menjadi sekretaris jenderal.

Apa pertimbangan Anas?

Tentunya sangat baik bila Partai Demokrat dipimpin kelompok muda yang memiliki semangat perjuangan, kapasitas, dan performa yang baik di mata publik. Saya diyakinkan beberapa jam. Cukup lama karena harus berpikir dalam dan berulang-ulang. Tak mudah menerima tawaran itu karena kemenangan di kongres merupakan jerih payah yang bersangkutan. Saya tak melakukan kegiatan apa pun karena saya mendukung Andi Mallarangeng. Saya tak berkeringat. Saya banyak dosa. Tapi, untuk kebutuhan partai ke depan, saya harus bersikap rasional dan rea­listis. Tidak emosional semata.

Apakah Anda langsung memutuskan menerima tawaran setelah bertemu dengan Anas Urbaningrum?

Tidak. Saya mengendapkannya dulu. Saya butuh waktu untuk berpikir. Hal pertama yang saya ucapkan (kepada Anas) adalah saya mungkin belum pantas dan tidak tepat untuk posisi ini.

Di beberapa partai, perpecahan terjadi setelah kongres?

Ketua Umum Anas Urbaningrum memberikan kesempatan dan bersikap akomodatif kepada pihak yang berkompetisi dalam kongres.

Dukungan Anda kepada Andi Mallarangeng atas setahu ayah Anda?

Tentu. Saya sebagai putra selalu bertanya dan berdiskusi. Saya mempu­nyai pilihan dan pandangan. Saya ingin mendukung calon tertentu pada waktu itu. Terus beliau menjawab silakan dijalankan, tapi firm tidak boleh ke kiri dan kanan.

SBY setuju Anda menjadi sekretaris jenderal?

Bapak merupakan sosok demokratis. Beliau tak mungkin mengatakan boleh atau tidak. Beliau memberikan kesempatan kepada siapa pun. Dalam kongres, beliau ­meng­izinkan semua kader Demokrat mencalonkan diri menjadi ketua umum. Dalam beberapa hal, beliau tak banyak intervensi sampai detail. Ke­cuali hal prinsip, misalnya yang berkaitan dengan hukum.

Keluarga Anda memperlihatkan isyarat mendukung Andi Mallarangeng, tapi Anas Urbaningrum tetap maju. Bagaimana sebenarnya sikap keluarga Cikeas melihat pencalonan Anas?

Kalau bicara tentang kompetisi terus, kesannya saya belum terima (kekalahan Andi Mallarangeng). Tapi saya coba menjawab. Bapak memang memiliki bahasa tubuh. Tapi secara eksplisit Bapak tak pernah mengatakannya. Bapak memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang. Saya saat itu memang mengambil posisi berkompetisi dengan Mas Anas. Tapi esensinya bukan itu. Ini seperti pertandingan persahabatan. Tak ada dendam. Sportivitas dijunjung tinggi dan pertandingan berjalan fair. Hasilnya, semuanya baik.

Dukungan Anda di kongres ternyata tak cukup mengangkat suara Andi Mallarangeng....

Sebenarnya saya tak mau memikirkan ini berlarut-larut. Tapi sebagai sejarah mungkin bisa menjadi bahan pembelajaran. Di kongres, apa yang sudah dilakukan Pak Andi sangat luar biasa. Pak Andi baru aktif dan berjuang H minus sebulan. Sedangkan Pak Marzuki atau Mas Anas sudah lima tahunan. Bagi tim Pak Andi, perolehan angka sekian sudah baik.

Betulkah Anas mendapat restu dari Ibu Ageng, nenek Anda?

Tidak seperti itu. Kasihan kalau nenek saya yang sepuh ditarik-tarik masalah politik. Terlalu jauh. Di mata Nenek, semua baik. Mas Anas unggul karena kesantunan dan kejawaannya, itu penilaian orang.

Usia Anda masih muda, bagaimana bila berhadapan dengan politikus dari partai lain yang lebih senior?

Kami akan saling respek, saling menghargai. Kami akan bertatap muka, bertukar pikiran, atau menyatakan pendapat dengan cara yang baik. Saya akan menjalankan politik, seperti sering dikatakan Pak SBY, dengan bersih, cerdas, dan santun.

Anda tidak gentar menghadapi politikus kawakan?

Insya Allah, saya tak gentar. Mudah-mudahan saya bisa membuktikannya. Ketua Umum Partai Demokrat juga masih sangat muda. Itu sebenarnya bukan hal luar biasa. Dulu mendiang Soekarno berjuang di usia muda.

Anas Urbaningrum sempat mengatakan Anda belum banyak pengalaman tapi memperlihatkan progres luar biasa, sehingga hanya perlu dipoles sedikit saja....

Saya tak mungkin menilai diri sendiri. Tapi yang jelas saya ingin hidup dan melakukan kegiatan terbaik. Penilaian dari orang lain saya anggap sebagai masukan positif.

Pada saat memimpin sidang di arena kongres, Anda terlihat tenang....

Biasanya kalau orang main bola sering emosional, saling tackle. Tapi tak semuanya harus begitu, tergantung kondisi. Saya tidak setiap saat bisa adem. Saya bisa keras dan tegas untuk memperlihatkan posisi benar atau tidak benar. Kalau memang saat memimpin sidang saya dinilai positif, alhamdulillah, mudah-mudahan bisa dipertahankan.

Bagaimana Anda menilai pengurus baru Partai Demokrat?

Mas Anas mengatakan ada empat kriteria dasar dalam memilih dan menentukan orang masuk partai. Pertama, melihat kapasitas, integritas, dan kemampuan. Kedua, mengakomodasi seluruh kekuatan dari semua elemen yang berkompetisi. Ketiga, menampung kader baru yang ingin masuk Partai Demokrat. Terakhir, memiliki pengalaman. Posisi semua rekan di sini sudah dipikirkan dari awal karena dianggap cakap dan bisa membesarkan Partai Demokrat agar bisa mencapai target suara 30 persen.

Anda optimistis target 30 persen suara di Pemilu 2014 bisa tercapai?

Sangat wajar Partai Demokrat memiliki target yang cukup besar, 30 persen. Partai ini sudah memiliki 20 persen. Kalau kita menargetkan 10 persen, artinya mundur.

Apa yang disiapkan Partai Demokrat untuk mencapai target itu?

Visi dan misi Mas Anas sebagai ketua umum sudah jelas. Beliau ingin melembagakan, menginstitusionalkan kepartaian secara struktural. Beliau ingin Demokrat menjadi partai tengah, mo­dern, dan mampu menampung semua golongan.

Anda dan Anas sama-sama muda dan punya pendukung. Mungkinkah akan memunculkan matahari kembar di Partai Demokrat?

Kami semua ingin membuat perimbangan. Saling melengkapi, bukan bersaing. Tentu mataharinya satu, Pak SBY, sebagai pembina dan Presiden Republik Indonesia. Mas Anas adalah ketua umum dan ”matahari” saya secara struktural. Jadi, tak benar kalau ada yang mengatakan saya akan bersaing, berkompetisi, tak sepaham, dan bersinggungan dengannya. Saya menginginkan kami maju bersama dan saling melengkapi.

Bagaimana kader Demokrat menerjemahkan peran SBY sebagai matahari itu?

Pak SBY sebagai founding father bagaimanapun merupakan roh, pencerah, pembina, dan gagasannya terus dikembangkan serta dijalankan. Bapak punya pengetahuan dan pengalaman luar biasa secara nasional dan internasional. Semua itu diterjemahkan oleh ketua umum.

Dengan posisi baru sebagai sekretaris jenderal, apakah Anda akan melepas kursi di DPR?

Sulit sekali bicara tentang lepas-melepas. Bukan saya haus kekuasaan, tapi bagaimanapun saya datang dari Partai Demokrat dan menjadi anggota legislatif. Saya menjadi sekretaris jenderal di partai juga bukan luar biasa sekali. Wajar seorang politikus duduk di partai politik dan legislatif. Tantangannya, bagaimana membuat keduanya seimbang dan baik.

Mana yang lebih menjadi prioritas?

Saya harus membagi waktu dengan baik dan seimbang. Keduanya menjadi prioritas.

Ada permintaan dari partai atau keluarga supaya berfokus pada satu posisi saja?

Saya sudah menanyakan langsung kepada Mas Anas, apakah perlu lepas dari anggota legislatif. Beliau mengatakan belum saatnya. Kedua orang tua saya juga berpendapat sama.

Setelah menjadi sekretaris jenderal, ada anggapan Anda disiapkan menjadi penerus ayah Anda?

Itu masih terlalu jauh. Kita meng­alir seiring dengan waktu. Semua butuh proses. Kita lihat saja yang terbaik hari ini. Saya tak ingin berandai-andai akan menjadi apa. Saya juga tidak bercita-cita menjadi sekretaris jenderal.

Siapa yang disiapkan menjadi kandidat presiden pada 2014?

Kita belum jauh berpikir siapa kandidatnya. Kita baru melakukan konsolidasi internal. Bagaimana menempuh target partai dengan implementasi, persiapan jaringan, pergelaran infrastruktur, dan sebagainya. Kita belum bicara tentang siapa menjadi apa.

Kalau melihat kecenderungan SBY yang selalu menggunakan survei, apakah nanti akan menggunakan mekanisme sama menentukan kandidat?

Ini menarik. Pak SBY itu kan sangat believe terhadap survei. Tentunya survei yang kredibel secara nasional. Survei menjadi salah satu acuan atau parameter kita ke depan.

Ibu Ani Yudhoyono memperoleh hasil besar dalam sejumlah survei. Apakah beliau akan menjadi kandidat berikutnya?

Alhamdulillah, kalau memang survei demikian. Artinya, Ibu dinilai positif. Tapi belum ada pembicaraan lebih jauh. Kita lihat saja. Ini masih 2010. Pelantikan presiden saja belum setahun. Kalau bicara sekarang, nanti terkesan delegitimasi presiden saat ini. Seolah-olah sudah tidak ada presiden. Kan masih ada Bapak. Kalau diskusi di warung kopi, boleh saja.

Pernah dibicarakan dengan Ibu, kemungkinan menerima tawaran menjadi calon presiden?

Tidak. Karena masih terlalu jauh prosesnya. Jadi tak ada yang perlu ditolak atau diiyakan.

Bagaimana kalau dilihat dari gesture-nya?

Secara prinsip, Ibu ingin melakukan kegiatan secara baik. Ingin mendukung Bapak dalam segala kegiatannya. Ia tidak punya keinginan dan ambisi tertentu.

Dalam buku Gurita Cikeas, Anda disebut-sebut memiliki bisnis....

Saya tak mau mengomentari soal ini. Lagi pula, kalaupun benar, terus mengapa? Kalau tidak benar, mengapa? Saya tak mau membuat polemik baru. Lebih baik saya berpikir ke depan.

Anak mantan presiden Soeharto banyak yang terjun ke bisnis. Bagaimana dengan keluarga SBY?

Pak SBY terbuka. Beliau tak melarang siapa pun melakukan kegiatan, asal caranya baik, profesional, sesuai dengan mekanisme, tak menabrak dan melanggar aturan. Anak pejabat, presiden, anggota partai politik, atau siapa pun memiliki hak sama.

Jadwal Anda padat, masih ada waktu mencari pacar?

Ha-ha-ha... itu pertanyaan luar biasa sulit. Semuanya sudah (saya dapat), kecuali itu. Saya sudah berkeliling, naik-turun gunung tapi belum ketemu. Itu namanya belum diberikan kasih oleh Yang Mahakuasa. Saya bersabar dan terus istikharah. Ketika Ketua Umum umrah juga saya menitip doa. Mudah-mudahan saya diberi pendamping setia.

Edhie Baskoro Yudhoyono

Tempat dan tanggal lahir:Bandung, 24 November 1980

Pendidikan:

  • Sarjana Curtin University of Technology, Perth, Australia, 2005
  • Master Nanyang Technological University, Singapura, 2007

    Karier:

  • Ketua Departemen Kaderisasi DPP Partai Demokrat 2008
  • Anggota DPR periode 2009-2014
  • Sekretaris Jenderal Partai Demokrat 2010-2015
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus