Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Jangan Tes Keberanian Saya!

BEBERAPA kritikus ragu terhadap kemampuan Muhammad Prasetyo memimpin Kejaksaan RI. Rekam jejaknya ketika menjabat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung pada 2005-2006 juga dinilai biasa saja. Apalagi belakangan dia aktif sebagai politikus.

16 Februari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEBERAPA kritikus ragu terhadap kemampuan Muhammad Prasetyo memimpin Kejaksaan RI. Rekam jejaknya ketika menjabat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung pada 2005-2006 juga dinilai biasa saja. Apalagi belakangan dia aktif sebagai politikus.

Bagaimana korupsi di dunia politik dapat dibasmi kalau salah satu ujung tombaknya justru politikus. Pengurus Partai NasDem ini diragukan dapat bebas dari kepentingan ketika ada rekan politiknya yang tersangkut kasus hukum. "Saya itu di-bully begitu sudah biasa. Ketika nama Anda yang paling banyak diserang, artinya Anda diperhitungkan," tutur Prasetyo.

Sebulan setelah dilantik Presiden Joko Widodo, ia menjawab keraguan itu. Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah menetapkan Ketua Dewan Pembina Partai NasDem Sulawesi Tengah H.B. Paliudju sebagai tersangka kasus korupsi semasa menjadi Gubernur Sulawesi Tengah. "Pak Surya Paloh (Ketua Partai NasDem) hanya geleng-geleng kepala melihat kadernya itu. Tapi saya memang serius melawan korupsi," ujar Prasetyo.

Langkahnya untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi adalah membentuk Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi. Tim beranggotakan 100 jaksa ini berfokus memberantas korupsi, baik di pusat maupun daerah. Tim ini berada di bawah koordinasi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Widyo Pramono.

Kata Prasetyo, korban pertama Satgas adalah seniman Betawi, Mandra Naih, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan program siap siar di TVRI untuk tahun anggaran 2012. "Selanjutnya akan ada kepala daerah di luar Jawa, yang belum bisa saya sebut namanya," ujarnya.

Kini ia sedang mempersiapkan pelaksanaan eksekusi mati gelombang kedua terpidana narkotik, setelah mengeksekusi enam terpidana mati. Pekerjaan rumah berikutnya adalah mengeksekusi hukuman penjara Labora Sitorus, terdakwa tindak pidana penimbunan bahan bakar minyak, pembalakan hutan, dan pencucian uang.

Kepada L.R. Baskoro, Jajang Jamaludin, Heru Triyono, Istman Musaharun, dan fotografer Aditia Noviansyah, ia mengakui memang tidak mudah menjadi Jaksa Agung. Tapi ia berjanji berani mengangkat kasus yang menyentuh petinggi-petinggi partai, termasuk jika kasus itu melibatkan Surya Paloh. "Saya merasa tidak terbebani," kata Prasetyo di ruang kerjanya, Gedung Utama Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis pekan lalu.

Ditengarai pelaksanaan eksekusi mati hanya untuk menuai pencitraan positif Jaksa Agung baru di mata publik?

Enggak. Kami melakukan apa yang harus dilakukan. Bangsa ini dalam ancaman narkotik. Tak hanya di kota besar, tapi juga di pelosok yang menyasar anak muda, rumah tangga, dan sektor pendidikan. Eksekusi mati adalah pesan, terutama terhadap terpidana narkotik.

Kok, bisa pas dilakukan di masa Anda menjadi Jaksa Agung? Ngapain saja Jaksa Agung sebelumnya, yang tidak mengeksekusi mereka yang sudah berstatus terpidana mati?

Pas waktunya saja. Ketika saya masuk menjadi Jaksa Agung, sudah ada 134 terpidana mati yang belum tereksekusi, dan 64 di antaranya kasus narkotik.

Artinya eksekusi juga bisa dilakukan di masa Jaksa Agung sebelumnya, kan?

Kebetulan saja kebijakan presiden yang sekarang ini mendukung eksekusi mati. Jadi kami harus bersinergi dan bekerja sama. Dalam pandangan saya, eksekusi adalah tahap akhir dalam penegakan hukum. Setiap perkara itu harus ada akhirnya, begitu pula pelaksanaan putusannya.

Ide untuk segera mengeksekusi mati terpidana korupsi itu datang dari mana?

Idenya datang dari sini (Kejaksaan Agung). Kemudian dilaporkan ke Pak Jokowi. Dia melihat eksekusi mati terpidana narkotik sebagai masalah yang tersisa di Kejaksaan Agung yang harus diatasi.

Apa perlunya hukuman mati?

Yang pasti, hukum positif di Indonesia mengizinkan hukuman mati. Jadi, setelah ada in kracht (berkekuatan hukum tetap), ya, harus kita eksekusi.

Anda yakin hukuman mati akan membuat peredaran narkotik menurun?

Tetap perlu waktu. Para gembong narkotik akan selalu mencari cara baru untuk mengedarkan barangnya. Barang mereka akan selalu dicari karena ada banyak permintaan. Untuk kebutuhan narkotik di Asia Tenggara itu, sebanyak 43 persen pasarnya ada di Indonesia.

Ada target kapan hukuman mati dilakukan?

Sepanjang masalah hukum sudah selesai (in kracht), kami akan melakukan eksekusi.

Kenapa terpidana narkotik yang didahulukan?

Ini untuk menjawab situasi yang sudah darurat. Bayangkan, korban narkotik per tahun mencapai 4 juta orang dan tahun ini diperkirakan naik menjadi 5 juta orang. Korban meninggal per harinya mencapai 50 orang.

Sejauh mana persiapan eksekusi mati gelombang kedua?

Karena berhubungan dengan orang asing, kami perlu mengirim surat pemberitahuan ke beberapa kedutaan besar. Surat-suratnya sudah dikirim, tapi belum semua. Diperlukan juga koordinasi dengan aparat terkait, seperti kantor wilayah agama, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Kesehatan, dan Kepolisian. Kami sedang mencari waktu yang tepat. Yang pasti, tidak di bulan Februari, karena sedang banjir juga di beberapa tempat.

Jumlah terpidana mati yang akan dieksekusi pada tahap kedua akan bertambah?

Mungkin saja. Misalnya ada grasi yang ditolak Presiden.

Di mana eksekusi gelombang kedua akan dilakukan?

Lokasi ideal di Nusakambangan karena lebih steril. Pelaksanaan di Boyolali kemarin agak sulit karena mengundang perhatian banyak orang, sehingga dipasang pagar betis. Sayangnya, sewaktu pelaksanaan di Nusakambangan ternyata juga ada penyelundup masuk di tengah malam. Dia adalah orang Peru yang mengaku sebagai aktivis hak asasi manusia.

Kok, bisa tembus?

Awalnya Nusakambangan memang diharapkan sebagai lembaga pemasyarakatan paling terjaga keamanannya dan paling steril. Tapi sekarang sudah tidak lagi, karena ada satu pulau yang timbul di dekat Nusakambangan akibat sedimentasi laut. Pulau itu dinamai Pulau Timbul. Nah, di situ ada 2.500 keluarga yang tinggal, dan pulau itu ternyata dihuni juga kelompok garis keras. Bukan hanya itu. Di antara mereka sudah ada yang merambah ke Nusakambangan untuk membuka ladang.

Apa benar pemerintah Australia melakukan pendekatan terkait dengan rencana eksekusi terhadap dua gembong narkotik, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran? Kabarnya, ada juga keluarga terpidana mati lain yang mengirim surat kepada Presiden Jokowi?

Yang pernah mendekati itu Brasil dan Belanda, tapi saya rasa yang lain akan ikut. Pendekatan itu hal biasa. Namun, kalau dari keluarga, tidak ada pendekatan.

Mendekat secara pribadi ke Anda….

Ada yang mencoba, tapi tidak saya layani. Mereka harus menghormati kedaulatan hukum Indonesia.

Apakah Anda sudah mengalkulasi akan adanya reaksi keras dari berbagai negara?

Reaksi itu dari beberapa pihak yang tampaknya belum sepakat soal hukuman mati. Saya selalu bilang eksekusi hukuman mati bukan pekerjaan mudah dan menyenangkan, tapi harus dilakukan untuk menyelamatkan bangsa. Kami jelaskan juga bahwa kami tidak melawan negara mereka, tapi melawan kejahatan.

Saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Anda menyebutkan, untuk melaksanakan eksekusi mati, Kejaksaan Agung membutuhkan biaya Rp 200 juta per kepala. Sebenarnya untuk apa saja uang tersebut?

Alokasi paling banyak untuk keamanan dan transportasi. Kami tidak bekerja sendiri, tapi dengan polisi, sipir, dan segala macamnya. Biaya itu juga untuk mereka, termasuk eksekutor. Penembak ini perlu latihan tembak malam juga agar tidak meleset. Ditambah lagi biaya peti jenazah yang kami antar sampai ke lapangan terbang atau ke kedutaan besar dengan pengawalan lengkap. Belum lagi permintaan terakhir dari para terpidana tersebut yang harus kami penuhi. Terpidana dari Vietnam (Tran Thi Bich Hanh) minta dikremasi dan berbaju Vietnam.

Apa permintaan paling aneh yang diajukan terpidana mati?

Ada permintaan yang tidak bisa kami penuhi. Soal kebutuhan yang bertentangan dengan norma-norma, ha-ha-ha….

Kenapa Anda mendadak membentuk Satgas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi? Ingin menyaingi Komisi Pemberantasan Korupsi?

Saya rasa tidak bisa dibanding-bandingkan dengan KPK. Kami kan juga melakukan kerja sama dengan KPK. Kami hanya ingin menjawab tuntutan masyarakat soal percepatan pemberantasan korupsi. Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang harus ditangani dengan langkah yang lebih dari biasa.

Yakin ini tidak akan bertabrakan dengan KPK?

Kami akan bersinergi. Korupsi sudah menggurita, sulit ditangani satu instansi saja.

Satgas sendiri bisa meminta bantuan penyadapan dan operasi tangkap tangan ke KPK?

Bisa saja, tapi KPK sedang sibuk. Kami akui KPK memiliki wewenang lebih, seperti penyadapan sejak penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Mereka bisa bebas melakukan penyadapan. Sebenarnya kami punya alat yang sama, tapi kewenangannya dibatasi. Kami harus minta izin hakim dulu.

Ketika Kepolisian memperkarakan semua pemimpin KPK, di mana posisi Kejaksaan Agung?

Sehari setelah penetapan tersangka oleh Badan Reserse Kriminal, Bambang Widjojanto datang ke sini (Kejaksaan Agung) untuk konsultasi. Saya katakan ke dia, KPK tidak salah menetapkan tersangka BG (Budi Gunawan, calon Kepala Kepolisian RI), tapi yang harus dikejar sekarang ini adalah segera mempercepat proses penanganan perkaranya, jangan seperti yang dulu, berlarut. Contoh kasus Jero Wacik dan Hadi Poernomo.

Menurut Anda, waktunya sudah tepat saat KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka?

Intinya, KPK harus segera menyelesaikan kasus BG. Kalau perlu, dikasih deadline dua bulan atau satu bulan, sehingga tidak berlarut. Menangani perkara korupsi memang tidak semudah menangani perkara lain. Koruptor punya banyak uang dan pengaruh yang bisa mereka pakai sehingga leluasa menghilangkan jejak dan mempengaruhi orang lain.

Satgas Anda bisa menjadi pengganti KPK nih saat KPK lumpuh karena pemimpinnya dikriminalkan.

Enggak jugalah. Kami tidak beranggapan seperti itu.

Apa jangan-jangan Anda sudah menyiapkan Satgas karena tahu KPK akan lumpuh?

Kami kan membentuknya sebelum ada polemik KPK dan Polri.

Tapi Anda bilang sendiri di media bahwa kalau KPK nantinya ada apa-apa, Kejaksaan Agung siap menampung limpahan perkara dari KPK. Apa makna dari pernyataan itu?

Itu wartawannya saja yang berpendapat. Saya bilang, baik KPK maupun Polri tetap harus diselamatkan. Keduanya masih diperlukan. Saya katakan itu dengan tegas. Kalau ada masalah seperti sekarang, ya, semoga cepat selesai. Kami tidak melihatnya sebagai sebuah kesempatan.

Bagaimana dengan evaluasi Satgas? Apakah sudah kelihatan progresnya dalam sebulan ini?

Sudah ada enam kasus yang masuk tahap sprindik (surat perintah penyidikan) dari 30 kasus yang sedang ditangani, termasuk kasus Mandra, yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi pengadaan program siap siar di TVRI untuk tahun anggaran 2012.

Anda tidak khawatir akan terjadi tumpang-tindih antara pekerjaan Satgas dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus?

Justru Satgas itu adanya di bawah Jampidsus. Jadi tidak ada tumpang-tindih. Yang terjadi adalah penguatan, agar mereka semakin berfokus menangani kasus korupsi.

Dari 30 kasus itu, apakah sudah ada yang menyentuh pejabat tinggi atau politikus?

Ada kepala daerah di luar Jawa, tapi belum bisa saya sebutkan namanya.

Sebenarnya siapa saja jaksa di dalam tim Satgas?

Jaksa yang masuk diseleksi ketat, di antaranya ada yang mantan jaksa KPK. Mereka ini jaksa terbaik dan berintegritas.

Memang ada ya sesungguhnya jaksa yang baik dan berintegritas?

Ada. Tapi kan jaksa mengalami banyak godaan. Nah, ketika tidak tahan terhadap godaan, terjadilah kasus seperti jaksa Urip Tri Gunawan (tersangka kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). Urip itu sebenarnya jaksa bagus. Saya pernah membawa dia ke Australia untuk membahas isu terorisme, karena dialah yang menangani kasus Imam Samudra dan Amrozi. Tapi, sayangnya, dia tidak tahan menghadapi godaan.

Apakah mereka tergoda karena penghasilan jaksa kurang?

Sepuluh tahun lalu, saya sempat kaget melihat gaji jaksa pemula di Singapura, yang sebesar Rp 35 juta. Padahal saat itu golongan saya adalah 4E, tapi hanya berpenghasilan Rp 6 juta. Namun saya tegaskan, penghasilan ini bukan masalah utama. Jadi jaksa itu tidak bisa berpikir untuk mencari kekayaan.

Pembenahan apa yang Anda lakukan di Kejaksaan Agung supaya ada efek jera terhadap jaksa nakal yang mudah tergoda itu?

Punishment dan reward. Jangan main-main dengan perkara. Akan saya tindak kalau terbukti. Kepada mereka yang berprestasi, ya, akan saya berikan ganjaran. Nantinya semua jaksa harus membuat pakta integritas. Kalau melanggar, langsung dipecat.

Pemilik rekening gendut Rp 1,5 triliun, Labora Sitorus, mengancam akan melawan negara jika dieksekusi.

Labora menggalang dukungan masyarakat yang ia beri pekerjaan. Saya minta dia sukarela menyerahkan diri. Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat juga sedang melakukan pendekatan, berkoordinasi dengan polisi dan beberapa tokoh di sana. Bahayanya, Labora menggunakan masyarakat sebagai tameng. Kami ingin menghindari kegaduhan.

Apa plan B untuk mengeksekusi Labora jika langkah persuasif tidak jalan?

Sekarang kami masih berkoordinasi dengan polisi. Eksekusi hanya masalah waktu.

Banyak yang ragu terhadap Anda sebagai Jaksa Agung karena berlatar belakang politik….

Itu hak mereka berpendapat begitu. Politik itu bukan dosa. Jabatan menteri dan Jaksa Agung kan memang politis. Tak ada Jaksa Agung yang tidak didukung partai politik, kan?

Kekhawatiran muncul karena publik beranggapan Anda adalah titipan Surya Paloh.

Setelah terpilih, kami saling membatasi. Pak Surya tidak pernah membicarakan apa pun lagi dengan saya.

Bagaimana ceritanya Surya Paloh menawarkan posisi Jaksa Agung kepada Anda?

Mungkin beliau mengamati juga. Awalnya saya masuk politik itu untuk memperjuangkan konstituen, akhirnya malah menjadi Jaksa Agung. Tidak ada salahnya, menurut saya, bersinggungan dengan dunia politik, asalkan tidak mempengaruhi tugas. Niat saya ini pengabdian.

Kami dengar, sebelum Presiden Jokowi menentukan Jaksa Agung, Anda dibawa Surya Paloh menemuinya?

Kalau dengan Pak Jokowi, saya sering bertemu. Beberapa tahun lalu, ketika melakukan kunjungan kerja Jampidsus, saya juga menemui dia di Solo. Kami sering berkomunikasi setelahnya, termasuk ketika dia menjadi calon presiden. Saya berharap bukan karena itu juga saya diangkat.

Surya Paloh diduga terlibat kasus penyalahgunaan kredit Bank Mandiri ke PT Cipta Graha Nusantara senilai Rp 160 miliar. Anda berani mengangkat kembali kasus itu?

Kasus itu kan semuanya sudah tidak ada masalah. Jangan tes keberanian saya. Lagi pula beliau (Surya Paloh) juga berani kok diperiksa di mana pun. Dia sendiri mempersilakan saya. Tidak adanya konflik kepentingan sudah saya buktikan dengan menetapkan Ketua Dewan Pembina Partai NasDem Sulawesi Tengah H.B. Paliudju sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tindak pidana pencucian uang semasa menjadi Gubernur Sulawesi Tengah.

Apa Paliudju berusaha menghubungi Anda agar kasusnya diamankan?

Oh, iya, ada upaya itu. Pak Surya Paloh hanya geleng-geleng kepala, ha-ha-ha….

Bagaimana komentar Surya Paloh sewaktu tahu ada kadernya yang Anda tetapkan sebagai tersangka?

Tidak banyak komentar. Dia hanya bilang lakukan yang harus dilakukan. Pak Surya itu fair.

Tampaknya, Anda dekat sekali dengan Surya Paloh, bahkan sampai bertemu dua kali dengannya di hari pelantikan Jaksa Agung dan sebelumnya….

Saya harus pamit, dong. Lagi pula Istana dekat dengan kantor NasDem di Gondangdia. Pertemuan itu juga tidak ada misi apa-apa. Saya hanya diberi tahu bahwa saya dipercaya untuk membantu Pak Jokowi.

Muhammad Prasetyo
TEMPAT DAN TANGGAL LAHIR: Tuban, Jawa Timur, 9 Mei 1947 PENDIDIKAN: Sarjana Hukum Universitas Lampung (1971), Sekolah Menengah Atas Negeri Bojonegoro, Jawa Timur (1965) KARIER: Jaksa Agung Republik Indonesia (sejak 2014), Terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah 2 Partai NasDem (2014), Anggota Mahkamah Partai NasDem (2013), Anggota Dewan Pertimbangan Pimpinan Pusat Organisasi Masyarakat Nasional Demokrat (2011), Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi Kejaksaan Agung (2005-2006), Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (2005-2006), Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (2003-2005), Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (1999-2000), Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan (1998), Kepala Kejaksaan Negeri Kediri (1994-1995), Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bumi (1990-1992)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus