Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo ABC

Di Jantung Wilayah Uighur, Satu dari 25 Orang Dikirim ke Penjara oleh Pemerintah China

Reporter

Editor

ABC

image-gnews
Iklan
Warga Uighur Memetali Abdureshid, seorang pemilik bengkel mobil, masuk dalam daftar tahanan dengan hukuman 15 tahun 11 bulan penjara. (AP: Nursimangul Abdureshid)

Pemerintah China telah memenjarakan satu dari 25 orang di Konasheher, sebuah daerah di jantung Uighur, atas tuduhan terkait terorisme.

Hal ini terungkap dalam laporan kantor berita AP tentang daftar nama tahanan yang sebagian telah diverifikasi, memuat lebih dari 10.000 orang Uighur yang dikirim ke penjara di Konasheher.

Baca Juga:

Penjara serupa tersebar di belasan daerah setingkat kabupaten di Xinjiang selatan, China Barat.

Dalam beberapa tahun terakhir, China dilaporkan melakukan penindasan brutal terhadap orang Uighur yang minoritas Muslim. Pemimpin China menyebut hal ini sebagai "perang melawan teror".

Daftar nama tahanan ini merupakan yang terbesar yang pernah muncul, mencerminkan besarnya program Pemerintah China yang mengirim sediitnya satu juta orang ke kamp-kamp interniran dan penjara.

Baca Juga:

Sejak adanya kecaman dunia internasional, Pemerintah China mengumumkan penutupan kamp interniran yang menahan orang Uighur tanpa tuduhan resmi pada tahun 2019.

Namun, ribuan orang Uighur masih mendekam selama bertahun-tahun, atau bahkan puluhan tahun di penjara atas apa yang menurut pengamat, adalah tuduhan terorisme yang dibuat-buat.

Salah satu nama yang terungkap yakni Nursimangul Abdureshid. Kasusnya menunjukkan bagaimana orang Uighur yang disebut "siswa" dibebaskan dari kamp interniran dan dengan mudahnya dikirim ke penjara oleh Pemerintah China.

"Itu kebohongan total. Mereka hanya ingin menutupi kejahatan," kata Nursimangul , yang kini berada di pengasingan di Turki.

Pada tahun 2017, seorang kerabatnya menyampaikan bahwa kedua orang tua dan saudara Nursimangul telah dibawa ke kamp untuk "belajar". Istilah ini mengacu pada kamp tahanan jangka pendek bagi orang Uighur.

Tiga tahun kemudian, pada tahun 2020, Kedutaan Besar China menelepon Nursimangul dengan informasi bahwa ketiganya telah ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara 10 tahun lebih.

Daftar nama yang bocor ini merupakan konfirmasi pertama tentang apa yang terjadi pada saudara Nursimangul, sejak menerima telepon dari Kedubes China.

Kakak Nursimangul, Memetali Abdureshid (32 tahun), telah dijatuhi hukuman 15 tahun 11 bulan atas tuduhan "memancing keributan dan memprovokasi masalah" serta "mempersiapkan kegiatan teroris".

Nursimangul melihat ada delapan nama yang dia kenali dalam daftar itu, tapi tidak ada nama orang tuanya.

Nursimangul  bersama enam orang Uighur lainnya yang berbicara kepada kantor berita AP menyebut daftar itu tak lengkap karena mereka tidak melihat nama orang dekat mereka yang juga dipenjarakan.

Memiliki satu kesamaan

Kabupaten Konasheher adalah ciri khas pedesaan Xinjiang selatan, dihuni oleh lebih dari 267.000 penduduk.

Hukuman penjara untuk penduduk di sini meliputi hukuman dua hingga 25 tahun, dengan rata-rata masa hukuman sembilan tahun.

Mereka yang namanya ada dalam daftar itu sebagian besar ditangkap pada tahun 2017, hukuman mereka sangat lama sehingga sebagian besar masih mendekam dalam penjara.

Mereka yang yang ditangkap berasal dari semua lapisan masyarakat termasuk pria, wanita, orang muda dan orang tua.

Mereka hanya memiliki satu kesamaan: semuanya adalah orang Uighur.

Para pengamat mengatakan hal itu menunjukkan bahwa orang ini ditangkap hanya karena adalah orang Uighur — namun kesimpulan ini dibantah keras oleh Pemerintah China.

Juru bicara Pemerintah Xinjiang Elijan Anayat menyebut hukuman diberikan sesuai dengan peraturan.

"Kami tidak pernah secara khusus menargetkan wilayah, kelompok etnis dan agama tertentu, apalagi orang Uighur," kata Anayat.

"Kami tidak akan pernah menghukum orang yang baik, atau melepaskan orang yang jahat," tambahnya.

Daftar nama tersebut diperoleh oleh pakar Xinjiang, Gene Bunin, dari sumber anonim yang menyebut dirinya sebagai anggota etnis mayoritas Han di China, yang "menentang kebijakan Pemerintah China di Xinjiang".

Daftar itu diteruskan ke kantor berita AP oleh Abduweli Ayup, seorang ahli bahasa Uighur yang mengasingkan diri di Norwegia.

AP melakukan verifikasi melalui wawancara dengan delapan orang Uighur yang mengenali 194 nama dalam daftar, memeriksa surat resmi, rekaman telepon dengan pejabat China dan pemeriksaan alamat, tanggal lahir , dan nomor identitas penduduk.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Alim Osman, ketua Asosiasi Masyarakat Uighur di Victoria, menyebut daftar seperti ini memberi kesempatan bagi orang Uighur di seluruh dunia untuk mencari tahu apa yang terjadi pada kerabatnya.

"Semua masyarakat (Uighur) di sini yang kehilangan anggota keluarga atau kerebatnya akan memeriksa daftar nama itu," katanya.

Dia mengaku tidak kaget dengan jumlah orang yang namanya ada dalam daftar.

"Di Australia, ada sekitar 3.000 orang Uighur dan setiap orang mengenal seseorang anggota keluarga, kerabat, teman sekolah atau guru mereka yang menghilang," katanya.

Seluruh populasi dianggap sebagai teroris

Daftar tersebut tidak mencakup orang Uighur dengan tuduhan kriminal biasa, seperti pembunuhan atau pencurian.

Sebaliknya, daftar ini berfokus pada pelanggaran terkait terorisme, ekstremisme agama, atau tuduhan lainnya yang biasanya dikenakan terhadap pembangkang politik. Misalnya tuduhan "memprovokasi keonaran" dan "memprovokasi masalah".

Artinya, jumlah sebenarnya orang yang dipenjara hampir pasti lebih tinggi.

Namun, dengan perkiraan konservatif, tingkat hukuman penjara di Konasheher 10 kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat.

Selain itu, jumlah ini 30 kali lebih tinggi daripada di China secara keseluruhan.

Pengamat masalah Xinjiang Darren Byler menjelaskan sebagian besar penangkapan dilakukan secara sewenang-wenang dan di luar hukum. Biasanya hanya karena seseorang memiliki kerabat yang tinggal di luar negeri atau karena mengunduh aplikasi ponsel tertentu.

Tindakan keras China dimulai pada tahun 2017, setelah serangkaian penusukan dan pemboman oleh militan Uighur.

Pemerintah China membela penahanan massal itu sebagai hal yang sah dan diperlukan untuk memerangi terorisme.

Pada Desember 2019, pejabat Pemerintah Xinjiang mengatakan bahwa semua yang mereka gambarkan sebagai "peserta pelatihan" di "pusat pelatihan" dinyatakan telah "lulus".

Kunjungan wartawan Associated Press ke 14 lokasi kamp penahanan mengkonfirmasi bahwa tempat-tempat itu telah ditutup atau diubah menjadi fasilitas lain.

Namun, ketika kamp-kamp itu ditutup, penjara-penjara lain terus bertambah. Setidaknya beberapa lokasi kamp diubah menjadi pusat penahanan.

'Tuduhan ini tidak masuk akal'

Pakar hukum dari Universitas Yale Jeremy Daum mengatakan Pemerintah China menggunakan dalih hukum untuk mengalihkan kecaman dunia internasional.

Dikatakan, sifat rahasia dari setiap tuduhan terhadap orang Uighur yang dipenjara ini adalah menjadi indikator kuat.

Hampir 90 persen catatan kriminal di Xinjiang tidak dipublikasikan.

Beberapa catatan yang bocor menunjukkan tahanan didakwa dengan tuduhan "terorisme" hanya karena memperingatkan rekannya agar jangan menonton film porno, jangan mengumpat, atau mengajak mereka beribadah dalam penjara.

Ayup, orang Uighur yang menyerahkan daftar tersebut ke AP, telah mendokumentasikan dengan cermat penindasan dalam masyarakatnya.

Namun daftar ini membuatnya bingung: Ia menemukan nama tetangga, sepupu, dan gurunya.

Misalnya nama seorang guru, Adil Tursun, yang merupakan anggota Partai Komunis China.

Bagi Ayup, masuknya nama sang guru dalam daftar tidak masuk akal karena dia dianggap sebagai model warga Uighur yang baik oleh Pemerintah China.

"Tuduhan yang dijatuhkan padanya, yaitu menyebarkan pemikiran ekstremisme, separatisme, itu tidak masuk akal," katanya.

Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News untuk ABC Indonesia.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada