Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Daur ulang ban bekas: Supriatna mencari generasi penerus untuk mereplika hewan

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan
Daur ulang ban bekas BBC
Supriatna, perajin ban bekas dari Malang, Jawa Timur.

Tingginya tumpukan ban bekas di tempat pembuangan sampah merupakan keniscayaan di tengah kebutuhan mobilitas dan kendaraan masyarakat. Kementerian Perindustrian pernah mencatat, setidaknya produksi ban sepeda motor setiap tahun mencapai 7,2 juta unit.

Selain menjadi sampah yang tak bisa diurai oleh alam, ban bekas juga berpotensi menjadi sarang nyamuk yang berdampak pada kesehatan masyarakat.

Baca Juga:

Seorang seniman asal Malang Jawa Timur, Supriatna menawarkan terobosan dengan menyulapnya menjadi replika hewan—sejauh ini ia mengaku belum punya saingan di Indonesia.

Daur ulang ban bekas Dok. Supriatna
Beberapa replika serangga ini siap untuk dikirim.

Tapi, pria 58 tahun ini tidak punya penerus, dan mengatakan kemungkinan "tiga tahun" lagi tak sanggup mengerjakan pesanan yang membludak seorang diri.

Mulai merintis karya seni dari ban bekas sejak tujuh tahun silam, Supriatna mengaku telah memanfaatkan sekitar 20 ton alas sepeda motor yang awalnya disebut "menumpuk" karena tidak bisa dijual.

Baca Juga:

Ratusan karyanya kini sudah dipajang di lokasi-lokasi wisata di sejumlah kota Indonesia.

Daur ulang ban bekas Dok. Supriatna
Proses pembuatan dinosaurus setinggi tujuh meter. Mulai dirakit.
Daur ulang ban bekas Dok. Supriatna
Selesai dicat.
Daur ulang ban bekas Dok. Supriatna
Replika dinosaurus siap diajak swafoto.

Pria dengan rambut keperakan tampak menonjol, melambaikan tangan di depan Gang Teratai, Kabupaten Malang, Jawa Timur—menyambut kedatangan kami.

Bayangan gapura yang jatuh di wajahnya, tak menghalangi senyum ramah pria kelahiran 1965.

"Nana," begitu pria ramping ini mengenalkan diri, sambil mengguncangkan jabatan tangan.

Nana memutar punggung, dan mulai memimpin berjalan ke arah rumahnya.

Daur ulang ban bekas BBC
Replika kepala manusia yang dipajang di depan rumah Supriatna.

Pandangan pertama yang kami lihat adalah replika ban bekas berupa kepala manusia raksasa yang berada di pelataran rumah.

"Ini karya awal-awal saya, sebenarnya ini tempat sampah," kata Nana sambil menunjukkan kepala manusia itu secara utuh.

Daur ulang ban bekas BBC
Replika ular kobra, menjadi karya awal Supriatna ikut dipajang di depan rumahnya.

Di belakang replika kepala manusia terdapat ular kobra yang sedang memamerkan taringnya, siap menyerang.

BACA JUGA:

"Ular ini juga karya awal saya, ini masih pakai kawat-kawat," tambah Nana sambil terus mengajak kami masuk ke dalam lorong rumah, dengan perkakas yang berhamburan di lantai.

Di ujung lorong, seekor burung sebesar kambing sedang digantung.

Dengan 'tanduk sapi' yang khas di atas paruhnya berwarna kuning, siapa pun akan mengenalinya sebagai unggas endemik Indonesia yang hampir punah: Rangkong.

Daur ulang ban bekas BBC
Replika burung Rangkong raksasa siap dikirim ke pemesan di Yogyakarta.

"Burung ini sudah hampir selesai dikerjakan, ini mau dikirim ke Yogyakarta," lanjut Nana sambil membelai hasil karyanya itu. Di bawahnya terdapat beberapa ekor ayam raksasa yang dihargai Rp400.000 - 500.000 per ekor.

Selain hewan-hewan yang disebutkan, beberapa replika hewan dari ban bekas yang ditunjukkan Nana adalah dua ekor lebah yang siap dikirim ke Balikpapan, Kalimantan Timur.

"Ini sudah tiga bulan, belum diambil. Uangnya sudah dibayar, tapi sepertinya terkendala ekspedisi. Ongkosnya lumayan mahal karena ini berat," kata Nana yang menyiratkan ini sebagai salah satu kendala usahanya.

Gelisah dengan tumpukan ban bekas

Daur ulang ban bekas BBC
Supriatna sedang mengupas ban bekas sepeda motor, yang menurutnya kerjaan paling berat dalam perancangan replika hewan.

Nana meneguk kopi sebelum memulai cerita awal karirnya menjadi seorang perajin ban bekas.

Ide memanfaatkan ban bekas menjadi replika hewan dimulai 2016 saat Nana menjadi petugas pemilah sampah di lingkungannya.

Sampah kertas, karton, kardus, botol, dan plastik bisa cepat dijual kembali, kata Nana. Tapi ban sepeda motor "terus menggunung".

Daur ulang ban bekas Dok. Supriatna
Daur ulang ban bekas Dok. Supriatna
Replika serangga karya Supriatna di antara tumpukan ban bekas

"Semakin hari semakin menumpuk, akhirnya, saya coba mengurangi. Awal saya buat burung kecil-kecil," kata Nana. Untuk satu burung kecil ini ia menggunakan 2-3 ban bekas.

Tapi, pembuatan burung-burung kecil ini tidak mengurangi ban bekas secara "signifikan".

"Akhirnya saya bikin yang besar, biar ban itu lebih banyak berkurang. Saya bikin dinosaurus, kadal raksasa, kalajengking raksasa, dalam satu karya itu 30 - 40 ban, akhirnya ban habis," tambah Nana.

Hal terkait yang bisa Anda simak:

Semakin banyak replika hewan yang dibuat, semakin banyak pula peminatnya setelah Nana mengunggah karya-karyanya melalui media sosial. Sekarang ia justru menjadi "pemburu ban bekas".

'Indonesia Raya' yang kesepian

Daur ulang ban bekas BBC
Supriatna mengaku mengerjakan seluruh daur ulang ban bekas ini seorang diri.

Supriatna lahir di Kepulauan Riau, 1965.

Ayahnya dari Cirebon dan Ibu berasal dari Yogyakarta. Keduanya bertemu kasih saat bekerja di dapur umum Marinir. Keluarganya kemudian banyak menghabiskan waktu di Kota Batam sebagai transmigran.

Anak ke-4 dari tujuh bersaudara ini kemudian merantau ke Pulau Jawa, dan menemukan jodohnya di atas panggung pertunjukan, saat dirinya sedang bermain gitar untuk sebuah grup band di Malang, Jawa Timur.

Daur ulang ban bekas Dok. Supriatna
Replika primata karya Supriatna. Beberapa replika dengan ukuran jumbo ini bisa dinaiki dan masuk dalam bingkai foto unik.

Ia sudah menghabiskan hampir setengah usianya di Jawa Timur bersama istri yang seorang penyanyi.

Uniknya, Nana lebih senang dipanggil "Bang Nana" ketimbang "Mas Nana". Biar lebih akrab, katanya. Padahal ini sapaan "Bang" adalah panggilan tak biasa untuk orang Jawa.

Dengan keragaman latar belakang dan lingkungannya, Nana menyebut dirinya sangat "Indonesia Raya".

Daur ulang ban bekas BBC
Sejumlah daftar pemesanan replika hewan.
Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ia mengklaim sudah membuat sekitar 300 unit karya seni dari ban bekas yang tersebar di Bali, Gresik, Solo, Balikpapan, Yogyakarta, Tangerang Selatan, Surabaya dan lain sebagainya.

Rata-rata pemesannya adalah pemilik kawasan wisata, restoran, atau peternak yang membutuhkan replika hewan untuk ditampilkan kepada pengunjung.

"Uangnya buat kebutuhan rumah saja, sekolah [anak-anak], listrik," kata Nana.

Daur ulang ban bekas BBC
Replika burung gagak ini salah satu karya awal Supriatna yang ia sebut terus menerus disempurnakan.

Sejauh ini Mas Nana, maaf maksudnya Bang Nana, mengaku mengerjakan seluruh karyanya sendirian mulai dari las rangka, memotong ban, merancang sampai membangun replika hewan.

Dan hal itu membuatnya "ketar-ketir" ketika membuka pesanan lebih luas seluruh Indonesia.

"Orang saya kerja sendiri, mati saya," katanya. Kemungkinan ia masih bisa menggarap pesanan sampai "tiga tahun" mendatang karena sekarang usianya sudah tidak lagi muda.

Daur ulang ban bekas BBC
Kepala primata yang baru dibangun Supriatna. Ia mengaku biasa membuat karyanya dimulai dari bagian kepala.

Nana mengaku pernah memberikan pelatihan, akan tetapi tidak berkelanjutan, "karena tidak ada rasa senang dalam hati [pesertanya]".

Kalau pun dilirik pemerintah untuk membesarkan usahanya, ini bukan semata-mata soal duit. "Nggak akan jadi ini kalau awal-awalnya mikirin uang," katanya.

Daur ulang ban bekas Dok. Supriatna
Beragam replika jenis burung dari ban bekas ini telah diunggah Supriatna di media sosial.

"Saya pengennya itu pelatihan, membangun komunitas dulu. Merangsang anak-anak muda. Kalau saya sendiri dikasih uang sebanyak apa pun, uangnya buat apa," lanjut Nana.

Dalam harapan di depan mata, Nana juga mengatakan masih membutuhkan kendaraan roda tiga untuk mengangkut ban bekas, termasuk sampah warga.

'Terlampau murah'

Daur ulang ban bekas Dok. Supriatna
Replika serangga lebah yang siap dikirim ke Bali. Beberapa orang disebut mengatakan hasil karya seni yang dibuat Supriatna terlalu murah.

Nana mengaku sering bingung membandrol harga karya seninya. Tapi beberapa orang mengatakan kepadanya, hasil karya yang ia jual "terlalu murah".

Sebagai gambaran seekor lebah berukuran dua meter dibanderol Rp800 ribu, Burung Rangkong Raksasa seharga Rp750 ribu, dan ayam atau burung kecil Rp400 ribu.

Persoalan ini menjadi keprihatinan istri Nana, Lili Jamilah. Kata dia, Nana kerap tidak memperhitungkan "tenaga, uang kopi, listrik, dan pikiran" yang dikerahkan untuk hasil karya seninya.

Daur ulang ban bekas Dok. Supriatna
Beberapa hasil karya Supriatna yang dipajang di media sosial.

Sudah begitu, beberapa pemesan masih ada yang meminta "harga spesial" dari harga yang disodorkan.

"Selama ini impas, kadang tenaganya nggak dipikirkan," kata Susan - sapaan Lili Jamilah yang kini berusia 53 tahun.

Tapi sekarang, kata Susan, suaminya sudah "mulai menyadari", dan melakukan manajerial yang lebih teratur.

Layak berstandar 'internasional'

Daur ulang ban bekas BBC
Deni Rinasari, Manajer Operasional Eco Green Park menunjukkan karya Supriatna yang menjadi tempat favorit pengunjung untuk swafoto.

Salah satu pihak yang memesan hasil karya Supriatna adalah Eco Green Park di Kota Batu, Jawa Timur.

BBC Indonesia berkunjung ke area wisata tersebut dan menemukan karya-karya Supriatna, termasuk kalajengking raksasa yang disebut sebagai spot favorit pengunjung untuk berswa foto.

"Ini sangat diminati sekali untuk selfie para pengunjung," kata Deni Rinasari, Manajer Operasional Eco Green Park.

Daur ulang ban bekas BBC
Replika Elang Bondol di kawasan Eco Green Park, Batu, Jawa Timur.

Terdapat puluhan karya ban bekas hasil buah tangan Supriatna yang tersebar di kawasan wisata Eco Green Park yang memiliki konsep edukasi lingkungan bagi pengunjungnya.

Kata Deni, sebagian replika ban bekas yang ditampilkan berasal dari koleksi hewan yang ada di kawasan ini seperti Elang Bondol,

"Jadi yang kita buat bersinergi dengan Pak Nana adalah karya-karyanya itu, adalah tampilan semua satwa yang ada di sni, ada replikanya. Itu yang bisa bersinergi," kata Deni.

Daur ulang ban bekas BBC
Replika kadal raksasa yang dipajang di kawasan Eco Green Park ini merupakan karya Supriatna.

Selain itu, menurut Deni, karya ban bekas Supriatna sudah memenuhi harapan sebagai karya sesuai "standar kami". "Pengunjung kami tidak hanya lokal tapi juga dari luar negeri," katanya.

"Jadi, kita menilainya, kita inginnya bertaraf internasional, ternyata Pak Nana bisa membuat replika satwa kita yang di-display sebagus ini. Jadi itu yang kita pilih, sehingga Pak Nana jadi kolega kita."

Pihak luar negeri juga menaruh perhatian terhadap karya Supriatna, tapi ayah empat anak ini masih bingung cara mengirimnya.

Daur ulang ban bekas TikTok/@wisatagresik
Karya Supriatna berupa dinosaurus setinggi tujuh meter juga berdiri di kawasan Wisata Beluron, Bengawan Solo, Jawa Tengah.
Daur ulang ban bekas BBC
Supriatna sedang merangkai kerangka kadal raksasa dari besi yang ia rancang sendirian.

"Ada di Malaysia tanya-tanya, pasti biayanya mahal sekali," kata Nana.

Secara umum, Kementerian Perindustrian pernah melaporkan produksi kendaraan roda dua saja sepanjang tahun mencapai 7,2 juta unit, jumlahnya terus meningkat.

Sebagian ban kendaraan yang sudah tidak terpakai ini ada yang didaur ulang oleh perajin menjadi perabotan rumah tangga seperti kursi, sofa, meja, tempat sampah dan lain sebagainya. Lalu, pemerintah juga pernah mewacanakan pemanfaatannya sebagai campuran aspal 5-7%.

Tapi sebagian ban bekas lainnya, kemungkinan terbengkalai di gudang, pelataran rumah, atau menumpuk di tempat pembuangan sampah.

Daur ulang ban bekas BBC
Adegan replika belalang sembah hendak menangkap capung ini juga dipamerkan di kawasan Eco Green Park.

Nana telah membawa terobosan baru untuk mengurangi ban bekas dengan menyulapnya menjadi pelbagai replika satwa. Tapi ia tak mau replika hewan dari ban bekas ini hanya ada di sepanjang hidupnya.

Oleh karena itu, ia masih berjuang mencari penerus, termasuk memotivasi dan menginspirasi siapapun untuk menyaingi karya-karya seninya.

"Saya sebenarnya meng-upload itu sebagai motivasi. Sebagai inspirasi… Saya menunggu sekali [adanya pesaing]," kata Nana.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada