Para ilmuwan mengungkapkan mereka telah menemukan fosil burung terkecil di dunia.
Bayi burung itu hidup 127 juta tahun yang lalu dan tergolong ke dalam kelompok burung primitif yang hidup bersama-sama dengan dinosaurus.
Fosil burung dari periode ini tergolong jarang, dan fosil-fosil anak unggas lebih langka lagi, "paling langka di antara yang langka".
- Kerabat awal dinosaurus berjalan seperti buaya
- Cina tangkap empat tersangka pencuri 80 fosil telur dinosaurus
- Burung-burung langka asli Indonesia diselundupkan di dalam pipa PVC
Para ilmuwan mengatakan penemuan fosil burung itu memungkinkan mereka menelaah lebih jauh kehidupan unggas purba yang sudah punah, yang hidup antara 250 dan 66 juta tahun yang lalu.
Unggas itu termasuk dalam keluarga enantiornithine, yang sebagian besar memiliki gigi dan cakar di masing-masing sayapnya, namun secara keseluruhan tampak seperti burung modern.
"Sangat menakjubkan ketika menyadari bahwa banyak jenis burung yang kita lihat di antara unggas-unggas sekarang ini trnyata sudah berkembang sejak lebih dari 100 juta tahun yang lalu," kata Luis Chiappe, dari Museum Sejarah Alam, Los Angeles.
Teknologi mutakhir
Dari hidung ekor, anak unggas itu berukuran sedikit lebih pendek dari jari kelingking tangan manusia, dan beratnya hanya 10 gram.
Burung itu mati tidak lama setelah menetas dari telurnya.
Para periset dari Inggris, Spanyol, Swedia dan Amerika Serikat menggunakan teknologi mutakhir untuk mempelajari tulang fosilnya.
Analisis dalam sinkrotron - partikel yang menggunakan cahaya sangat intens untuk mempelajari minute matter - mengungkapkan bahwa anak unggas itu mungkin belum bisa terbang pada tahap ini.
Tulang rawan pada sternum (tulang dada di tengah) belum sepenuhnya mengeras menjadi tulang.
Peneliti utama Fabien Knoll dari ARAID-Dinopolis dan University of Manchester mengatakan bahwa analisis perkembangan tulang dapat digunakan untuk mempelajari sejumlah karakteristik evolusioner.
"Teknologi baru menawarkan kemampuan paleontologis yang belum pernah ada sebelumnya untuk menyelidiki kerangka-kerangka itu," katanya.
Kerangka-kerangka tersebut ditemukan bertahun-tahun yang lalu di situs Las Hoyas yang terkenal di Spanyol. Namun, sebagian besar baru diteliti sekarang.
"Teknik yang kami gunakan untuk menganalisisnya di kertas (seperti mikrotomografi sinkrotron dan pemetaan unsur) belum dikembangkan saat spesimen itu ditemukan," kata Dr Knoll.
Mempelajari proses perkembangan tulang bisa banyak menjelaskan tentang kehidupan dan perkembangan anak burung. Bayi unggas zaman purba ini mungkin sudah seperti ayam modern, yang memiliki bulu dan bisa bergerak sejak lahir.
Atau bisa juga lebih mirip dengan burung-burung lainnya, yang menetas tanpa bulu dengan mata tertutup, yang berarti membutuhkan pengasuhan dari induknya.
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature Communications menunjukkan bahwa enantiornithines atau keluarga unggas memang sangat beragam dalam perilaku serta perkembangannya.