Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Ketika seluruh pedagang di pasar tradisional bertransaksi tanpa uang tunai

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan

Suasana Pasar Semarangan Tinjomoyo begitu ramai siang itu. Ratusan pengunjung memanfaatkan akhir pekan dengan mencicipi berbagai penganan di pasar tersebut. Mulai dari nasi kebuli, mie ayam, hingga sate tersedia di berbagai lapak bambu beratap daun aren berukuran 2x1 meter.

Karena animo masyarakat sangat tinggi, sekitar 200 pedagang di sana dibuat kewalahan. Mereka tidak hanya melayani pesanan para pengunjung, tapi juga sibuk membimbing pembeli cara membayar makanan.

Baca Juga:

Titik Ika Purbianti, penjual wedang kawi salah satunya. Dengan sabar dia mencontohkan penggunaan 'Yap', sebuah aplikasi pembayaran non tunai yang wajib digunakan untuk transaksi di Pasar Semarangan Tinjomoyo.

"Ini benar-benar baru, ada yang merasa ini kok aneh cuman beli kayak gini repot banget dan customer tidak jadi beli. Ada yang sudah makan minum dan waktu membayar belum tahu caranya. Kami sampaikan kalau pembayaran dengan uang elektronik," jelas perempuan yang menghias lapaknya dengan kain batik dan alat masak dari tembikar.

Sudah sekitar empat bulan Pasar Semarangan hadir dengan transaksi non tunai menggunakan aplikasi Yap yang bisa diunduh gratis di ponsel android. Kartu elektronik pengganti uang tunai dari Bank BNI juga bisa dipakai di pasar ini.

Baca Juga:

Tidak merasa kerepotan, Syahnaz Nadia, justru ketagihan datang ke Pasar itu. Warga Kota Semarang ini mengaku sudah tiga kali datang bersama suami dan kedua anaknya untuk menikmati aneka kuliner.

"Makanan enak-enak, ada permainan anak-anak. Kalau dilihat dari konsepnya bagus, cashless. Waktu dibuat memang sudah diinformasikan ke masyarakat. Bukan masalah gampang atau tidak tapi tergantung kebiasaan," tuturnya kepada wartawan di Semarang, Nonie Arni.

Edukasi

Transaksi non tunai di Pasar semarangan diakui pihak penyelenggara membuat banyak pengunjung merasa kesusahan. Namun, ada nilai edukasi di baliknya.

"Perbankan mensupport, memperkenalkan ke masyarakat pasar digital. Memang kelihatan ribet tapi di sinilah edukasinya. Butuh effort yang tinggi untuk mengedukasi pedagang dan masyarakat untuk mengikuti perubahan zaman.

"Ya memang awalnya akan menganggap ribet tapi nanti sesudahnya enak. Kita belajar sama-sama," kata Shafiqh Pahlevi Lontoh ketua Generasi Pesona Indonesia (GenPI) Jateng sebagai panitia pelaksana Pasar Semarangan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pasar digital ini diinisiasi Pemerintah Kota Semarang bersama Komunitas GenPI Jateng, sebuah komunitas yang dibentuk Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Republik Indonesia untuk mendukung program kota pintar dan berkelanjutan yang tengah dikembangkan Pemkot Semarang.

Walau baru berusia kurang dari enam bulan, Pasar Semarangan diklaim mampu menarik animo pengunjung yang cukup tinggi.

"Transaksi makanan sold out semua, launching laris. Harga makanan berkisar antara Rp5.000 sampai Rp25.000. Bisa mencapai Rp20 juta per hari. Pengunjung bisa mencapai 5.000 orang. Pemasukan dua hari bisa untuk menutup retribusi di Hutan Wisata Tinjomoyo selama tiga tahun," klaim Shafiqh.

Dengan transaksi nontunai, pasar yang terinspirasi dari pasar antik di Paris ini ingin membangun budaya pasar modern yang mempunyai nilai tambah komersial.

Untuk mewujudkannya, Shafiqh Pahlevi Lontoh menjelaskan strateginya.

"Masing-masing beda, punya karakter. Kita mengkurasi lapaknya makanannya tidak boleh sama, harganya. Lalu penyajiannya dari penjual tidak boleh sembarangan. Pakaiannya, misalnya, mengenakan kain lurik. Itu kan instagrammable dan jadi promosi gratis," paparnya.

Imbas ekonomi ke warga

Pasar Semarangan yang didirikan di lahan bekas kebun binatang di Hutan kota Tinjomoyo sebenarnya hanya satu dari sekian banyak perwujudan kota pintar yang mendatangkan imbas ekonomi ke warga.

"Ini kemajuan era teknologi informasi. UMKM diajari dan akhirnya bisa karena metode sederhana hanya diperlukan gadget. Yang penting pergerakan ekonomi cepat.," kata Walikota Semarang, Hendar Prihardi.

Menurut Hendar, digitalisasi akan menggerakkan ekonomi Semarang lebih cepat. Hal ini terlihat dari meningkatnya pertumbuhan jumlah UMKM di Kota Semarang di kisaran 1,71% per tahun dengan pergerakan aset hingga Rp7,5 miliar.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada