Puluhan ribu orang menghadiri doa bersama bagi para korban ekstrimis sayap kanan yang melakukan penembakan masal di dua bar shisha di Hanau, Jerman.
Dalam doa bersama yang digelar di Hanau dan Berlin pada Kamis (21/02), orang-orang menyalakan lilin dan membawa mawar berkumpul dalam diam.
Para penyelidik menganggap serangan yang terjadi pada Rabu (20/02) sore sebagai aksi serangan terorisme.
- Penembakan massal oleh ekstremis kanan di Jerman, Merkel: 'Kebencian telah meracuni masyarakat'
- Dua orang tewas dalam upaya penembakan sinagoge di Jerman yang sempat disiarkan di internet
- Muazin di London ditikam saat mengumandangkan azan salat Asar
Jaksa Federal Jerman Peter Frank mengatakan tersangka bernama Tobias R, yang berusia 43 tahun, mengunggah materi daring yang menunjukkan "pola pikir yang sangat rasis".
Semua korban memiliki latar belakang imigran, dan beberapa di antara mereka diperkirakan berasal dari Kurdi.
Di sisi lain, pemerintah Jerman dituntut untuk melakukan upaya lebih banyak dalam mengatasi ekstrimisme sayap kanan.
Dalam sebuah pernyataan, asosiasi Kurdi di Jerman, Kon-Med, mengatakan bahwa pihaknya "geram" dengan otoritas Jerman karena "tidak secara tegas menentang jaringan sayap kanan dan terorisme sayap kanan".
Sementara itu, asosiasi Muslim di Jerman, KRM, juga menuntut pemerintah Jerman melakukan upaya lebih banyak. KRM menyebut bahwa mereka, berbulan-bulan sebelumnya, sudah meminta "pendirian yang jelas terhadap Islamofobia".
Dalam tanggapannya terhadap serangan itu, Kanselir Angela Merkel berbicara tentang "racun rasisme". Sementara, Presiden Frank-Walter Steinmeier ketika menghadiri salah satu acara peringatan mengatakan Jerman "tidak akan diintimidasi".
Apa yang terjadi dalam serangan itu?
Serangan itu terjadi pada Rabu (19/02) sekitar pukul 22.00 waktu setempat. Dalam serangan itu, bar shisha Midnight yang berlokasi di pusat kota Hanau menjadi target pertama.
Kemudian, tersangka berkendara ke Kesselstadt yang berjarak 2,5 kilometer dari Hanau, dan menyerang Arena Bar & Cafe.
Bar shisha menjadi tempat orang-orang berkumpul untuk menghisap shisha atau hookah, yang berasal dari Timur Tengah dan Asia, dan kini sudah populer di berbagai belahan dunia.
Penembakan itu memicu perburuan. Polisi mengidentifikasi pria bersenjata itu melalui informasi dari saksi dan kamera pengintai. Pada Kamis pagi, mereka menyerbu rumah tersangka, yang berdekatan dengan lokasi penembakan kedua.
Tersangka dan ibunya yang berusia 72 tahun ditemukan di apartemennya, keduanya ditemukan tewas tertembak. Sebuah senjata ditemukan di sebelah tubuh tersangka.
Kini penyelidikan serangan berfokus pada keterlibatan orang lain yang tahu atau membantu mengorganisir penembakan massal, menurut Jaksa Federal Jerman Peter Frank pada Kamis (20/02). Ia menambahkan bahwa para penyelidik akan mengembangkan penyelidikan pada potensi keterlibatan siapapun, baik di Jerman dan luar negeri.
Siapa saja korbannya?
Sedikit detail yang dirilis tentang kesembilan orang korban, namun di antara mereka adalah warga Jerman dan warga asing yang berusia antara 21 hingga 44 tahun, ujar Jaksa Federal Jerman Peter Frank.
Seorang warga Bosnia, Bulgaria, dan Rumania meninggal dalam serangan tersebut, menurut pihak berwenang di negara-negara terkait.
Seorang aktivis anti-rasisme keturunan Jerman-Turki, Ali Can, menggugah foto teman dari sepupunya, menyebut bahwa orang tersebut termasuk di antara mereka yang meninggal.
Dalam unggahan Twitter, dia berkata: "Kami tidak bisa menghabiskan malam yang damai, kami takut untuk hidup kami. Apa yang terjadi di Jerman? Di mana perlindungan?"
https://twitter.com/alicanglobal/status/1230413261067243520
Apa yang kita ketahui tentang tersangka?
Tobias R telah mengunggah video dan semacam manifesto di situs pribadinya, ujar jaksa federal.
Dalam dokumen tersebut, dia menulis bahwa orang-orang dari lebih dari 20 negara, termasuk Turki dan Israel, harus "dihancurkan", seperti dilaporkan oleh kantor berita AFP.
Pakar anti-teroris Jerman yang tinggal di London, Peter Neumann mengatakan bahwa isi dokumen itu "beragam, tapi sebagian besar pandangan ekstrim kanan, dengan ideologi do-it-yourself yang dibuat dari bagian-bagian yang ditemukan di internet".
Menteri Dalam Negeri negara bagian Hesse, Peter Beuth, mengatakan bahwa tersangka sebelumnya tidak diketahui oleh pihak berwenang.
Namun, tabloid Bild melaporkan bahwa dia memiliki izin kepemilikan senjata, dan bahwa amunisi ditemukan di mobilnya.
Undang-undang senjata di Jerman termasuk yang paling ketat di dunia, dan semakin diperketat dalam beberapa tahun terakhir setelah penembakan massal lainnya.
Serangan oleh ekstrimis kanan di Jerman
- Oktober 2019: Di Halle, seorang penyerang menewaskan dua orang dan berupaya untuk menyerang sebuah sinagog, serta menyiarkan serangan itu secara online. Dia kemudian mengakui serangan itu bermotif anti-semit
- Juni 2019: Walter Lübcke, seorang politisi pro-migran, ditembak di kepala dalam jarak dekat dan ditemukan tewas di kebunnya. Seorang tersangka dengan pandangan sayap kanan mengaku atas pembunuhan tesebut.
- Juli 2016: Seorang remaja berusia 18 tahun melakukan penembakan massal dan membunuh sembilan orang di sebuah pusat berbelanjaan di Munich sebelum akhirnya bunuh diri. Pihak berwenang kemudian mengklasifikannnya sebagai serang "bermotif politis", menyebut bahwa remaja tersebut memiliki "pandangan rasis dan sayap kanan yang radikal"