Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Myanmar: Setahun kudeta militer, masyarakat sipil kini angkat senjata, negara mereka berlanjut ke 'perang saudara'

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan
Myanmar Getty Images
Anggota Tentara Pertahanan Rakyat (PDF) berlatih di hutan Negara Bagian Kayin, November 2021.

Pertempuran mematikan antara militer dan kelompok-kelompok sipil bersenjata yang terorganisir di Myanmar semakin meningkat, menurut data terbaru. Banyak anak muda melawan militer dan mempertaruhkan nyawa mereka sejak junta merebut kekuasaan satu tahun yang lalu.

Kekerasan yang semakin intens dan meluas, serangan oposisi yang terkoordinasi, membuat situasi di Myanmar meningkat dari pemberontakan menjadi perang saudara.

Baca Juga:

Data dari kelompok pemantau konflik, Acled, menunjukkan bahwa kekerasan telah menyebar ke seantero negeri. Laporan dari lapangan juga menunjukkan bahwa pertempuran yang terjadi semakin terorganisir dan telah mencapai pusat-pusat kota, di mana sebelumnya tidak pernah terlihat perlawanan bersenjata terhadap militer.

Acled memperkirakan sekitar 12.000 orang -berdasarkan pemberitaan media lokal dan laporan lainnya -- telah tewas akibat kekerasan politik yang terjadi sejak kudeta pada 1 Februari 2021. Namun, jumlah korban sebenarnya sulit diverifikasi.

Bentrokan yang terjadi juga menimbulkan lebih banyak korban dari bulan ke bulan, terutama sejak Agustus.

Baca Juga:

Tak lama setelah kudeta terjadi, sebagian besar warga sipil tewas akibat tindakan pasukan keamanan dalam unjuk rasa. Saat ini, data Acled menunjukkan peningkatan korban tewas adalah dampak dari pertempuran setelah warga sipil pun ikut angkat senjata.

Kepala Komisi Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet mengatakan kepada BBC bahwa dia setuju konflik Myanmar saat ini sudah bisa disebut sebagai perang saudara.

Bachelet meminta Dewan Keamanan PBB mengambil "tindakan yang lebih keras" untuk menekan militer agar memulihkan demokrasi.

Baca juga:

Selain itu, Bachelet berpendapat tanggapan dunia internasional atas krisis di Myanmar masih "kurang mendesak" dan menggambarkan situasi di negara itu sebagai sebuah "bencana". Dia juga memperingatkan bahwa konflik di Myanmar kini mengancam stabilitas regional.

Kelompok-kelompok yang memerangi pasukan pemerintahan militer secara kolektif dikenal sebagai Angkatan Pertahanan Rakyat (PDF), sebuah jaringan dari kelompok sipil yang dipunggawai orang-orang dewasa muda.

Myanmar Getty Images
Anggota PDF berlatih dengan senjata darurat di Negara Bagian Kayin pada November 2021.

Hera [bukan nama sebenarnya], 18, baru saja lulus SMA ketika dia bergabung dengan kelompok protes anti-pemerintah setelah kudeta terjadi. Dia menunda kuliahnya demi menjadi komandan peleton PDF di wilayah tengah Myanmar.

Hera termotivasi bergabung dengan PDF setelah kematian seorang siswi bernama Mya Thwe Thwe Khaing yang ditembak saat berunjuk rasa pada Februari 2021.

Orang tua Hera mulanya khawatir ketika putri mereka memulai pelatihan bersama PDF, namun akhirnya mengalah ketika melihat keseriusan Hera.

"Mereka mengatakan kepada saya, 'Kalau kamu benar-benar ingin melakukannya, lakukan sampai akhir. Jangan menyerah di tengah jalan.' Lalu saya berbicara dengan pelatih saya dan bergabung dengan revolusi lima hari setelah pelatihan."

Baca juga:

Sebelum kudeta terjadi, orang-orang seperti Hera tumbuh dewasa menikmati demokrasi. Oleh sebab itu, mereka sangat membenci perebutan kekuasaan oleh militer.

Mereka juga didukung dan dilatih oleh milisi berbasis etnis di wilayah perbatasan yang telah memerangi militer selama beberapa dekade.


Bagaimana data terkait perang saudara di Myanmar dikumpulkan?

BBC menggunakan data dari organisasi nirlaba Acled, yang mengumpulkan informasi terkait kekerasan politik dan aksi protes di seluruh dunia.

Data-data itu mengacu pada pemberitaan, publikasi oleh masyarakat sipil organisasi HAM, serta perkembangan keamanan dari organisasi lokal maupun internasional.

Grafik pergeserakan perlawanan di Myanmar BBC

Acled tidak memverifikasi setiap laporan itu secara independen, namun data terkait kematian terus menerus diperbarui ketika ada informasi terbaru terkait kematian yang terjadi tersedia.

Itu karena mereka kesulitan memantau semua peristiwa yang relevan di zona konflik, sebab laporan yang masuk sering kali bias atau tidak lengkap. Acled juga menerapkan kebijakan untuk mencatat estimasi terendah yang dilaporkan.

Grafik korban kekerasan di Myanmar BBC
Grafik menunjukkan bahwa konflik di Myanmar memakan lebih banyak korban pada beberapa bulan terakhir.

Namun, sulit mendapatkan gambaran yang sepenuhnya akurat mengenai fatalitas yang terjadi, mengingat kedua belah pihak terlibat perang propaganda yang sengit. Peliputan wartawan pun sangat dibatasi.

BBC Burma juga mengumpulkan informasi mengenai kematian akibat bentrokan antara militer Myanmar dan PDF dari Mei hingga Juni 2021. Data itu konsisten dengan tren yang terlihat pada data milik Acled.


PDF terbentuk dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari petani, ibu rumah tangga, dokter, dan insinyur. Mereka dipersatukan oleh tekad untuk menggulingkan kekuasaan militer.

Ada unit-unit dari kelompok ini di seluruh negeri. Penting untuk digarisbawahi juga, bahwa kaum muda dari etnis mayoritas di Myanmar, Bamar, turut berperan dalam unit-unit tersebut, bergabung dengan pemuda dari etnis lain.

Untuk kali pertama dalam sejarah Myanmar, angkatan bersenjata menghadapi perlawanan dari para pemuda Bamar.

"Banyak [warga sipil] bergabung dengan milisi untuk membentuk apa yang disebut sebagai pasukan pertahanan rakyat," kata Bachelet kepada BBC.

"Itu sebabnya dalam jangka panjang, kalau kita tidak bisa berbuat sesuatu yang lebih tegas, situasinya bisa menjadi seperti di Suriah."

Myanmar Getty Images
Kebakaran di Thantlang, Negara Bagian Chin, yang menurut media lokal disebabkan oleh penembakan dari pasukan militer pada Oktober 2021.

Seorang mantan pengusaha yang mengendalikan beberapa unit PDF di wilayah Sagaing, Myanmar tengah, mengatakan kepada BBC bahwa pertarungan ini sebetulnya tidak seimbang.

PDF memulai perjuangannya menggunakan ketapel, meskipun kini mereka juga membuat senapan dan bom rakitan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sedangkan militer bersenjata lengkap dengan daya tembak ke udara yang sering digunakan beberapa bulan terakhir. Mereka memperoleh senjata dari negara-negara yang secara terbuka mendukung junta, termasuk Rusia dan China.

Investigasi dari sumber terbuka oleh Myanmar Witness yang dibagikan kepada BBC mengkonfirmasi bahwa kendaraan lapis baja Rusia dikerahkan di Yangon beberapa minggu lalu.

Baca juga:

Sementara itu, kekuatan PDF berasal dari dukungan komunitas-komunitas lokal di lapangan. Perlawanan yang berawal pada tataran akar rumput ini telah menjadi lebih terorganisir, berani, dan keras.

Pemerintah Persatuan Nasional [NUG] yang kini diasingkan telah membantu mendirikan dan memimpin beberapa unit PDF, juga tetap berhubungan dengan yang lain secara informal.

PDF telah menduduki titik-titik pasukan pemerintah seperti kantor polisi dan pos-pos yang lemah. Mereka menyita senjata, membom bisnis-bisnis milik junta, termasuk menara telekomunikasi dan bank.

Nagar mengatakan PDF tidak memiliki opsi lain demi masa depan negara itu. "Saya pikir menyelesaikan masalah di meja bundar tidak akan berhasil untuk saat ini. Dunia mengabaikan negara kami, jadi saya akan mempersenjatai diri."

Myanmar Getty Images
Pengunjuk rasa anti-kudeta menggunakan ketapel untuk melawan pasukan keamanan yang mendekat di Yangon pada Maret 2021.

Hera, yang bergabung PDF bersama kakak perempuannya, mengatakan mereka ingin "menghapus kediktatoran militer".

"Militer telah membunuh orang yang tidak bersalah. Mereka menghancurkan mata pencaharian, properti, dan harta benda orang-orang. Mereka meneror masyarakat. Bagaimana pun saya tidak bisa menerima itu."

Beberapa pembunuhan massal warga sipil oleh militer telah terjadi, termasuk kematian setidaknya 40 laki-laki pada Juli, kemudian pembunuhan lebih dari 35 laki-laki, perempuan, dan anak-anak pada Desember.

BBC mewawancarai seorang laki-laki yang selamat dari sebuah serangan militer pada Desember, dengan cara berpura-pura mati. Enam laki-laki yang tidak bisa melarikan diri ketika tentara memasuki desa mereka di Nagatwin, Myanmar tengah, berakhir tewas.

Menurut penduduk desa, tiga di antaranya berusia lanjut, dua orang memiliki masalah kesehatan mental. Orang yang selamat bersaksi bahwa pasukan junta saat itu mencari pejuang militan.

Seorang janda dari salah satu korban tewas mengatakan ada tanda-tanda penyiksaan pada tubuh suaminya.

"Mereka membunuh seorang lelaki tua yang bahkan tidak bisa berbicara cukup baik untuk menjelaskan. Saya tidak akan pernah melupakan ini. Saya selalu menangis setiap kali memikirkannya," kata dia kepada BBC.

Militer jarang memberikan kesempatan untuk wawancara, tetapi dalam wawancara eksklusif dengan BBC pada akhir 2021, Juru bicara junta, Zaw Min Tun menggambarkan PDF sebagai terorris dan memanfaatkan pelabelan itu untuk membenarkan tindakan mereka.

"Jika mereka menyerang kami, kami memerintahkan [pasukan kami] untuk meresponsnya. Kami berusaha mengamankan negara ini dengan kekuatan yang sesuai demi mencapai situasi keamanan yang wajar," kata dia.

Myanmar Getty Images
Seorang lelaki dievakuasi dalam unjuk rasa anti-militer di Yangon pada Maret 2021.

Sulit memperkirakan jumlah tentara dan militan dari kedua sisi. Secara resmi, militer Myanmar memiliki 370.000 tentara, tetapi jumlah nyatanya bisa jauh lebih kecil.

Jumlah tentara yang direkrut lebih sedikit dalam beberapa tahun terakhir, ditambah ada pembelotan sejak kudeta terjadi.

Di lain sisi, juga sulit untuk mengetahui secara pasti berapa jumlah orang yang tergabung dalam PDF.

Selain unit-unit yang dibentuk oleh NUG, sejumlah anggota PDF dilatih dan dipersenjatai oleh kelompok etnis bersenjata yang beroperasi di sepanjang perbatasan.

Beberapa kelompok yang telah menandatangani kesepakatan gencatan senjata dengan pemerintahan sebelumnya, kini melanggar gencatan senjata itu.

PDF secara terbuka meminta maaf kepada milisi etnis karena sebelumnya mempercayai propaganda militer yang menyebutkan bahwa kelompok-kelompok etnis itu ingin mengurai negara.

Dengan lantang, PDF kini menyerukan masa depan sebagai negara federal di mana setiap orang akan memiliki hak yang sama.

Seorang biarawati, yang berlutut di garis depan polisi pada Maret 2021 untuk melindungi pengunjuk rasa setelah kudeta militer, mengatakan kepada BBC bahwa pergolakan politik sejak perebutan kekuasaan itu telah berdampak banyak pada kehidupan masyarakat.

"Anak-anak tidak bisa sekolah. Pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi dan mata pencaharian - semuanya mengalami kemunduran," kata Suster Ann Rose Nu Tawng.

"Beberapa anak digugurkan karena orang tuanya tidak mampu menghidupi mereka dalam situasi ekonomi yang buruk. Orang tua tidak bisa menghidupi anak-anak mereka dengan baik karena kesulitan."

Biarawati itu mengatakan dia kagum dengan pemuda-pemudi yang telah bergabung dalam perjuangan ini.

"Mereka pemberani dan rela (mengorbankan) hidup mereka demi mencapai demokrasi, untuk kebaikan negara ini, untuk meraih perdamaian, dan membebaskan negara ini (dari kekuasaan militer). Saya memuji mereka, saya bangga dengan mereka, dan hormat saya untuk mereka."


Rebecca Henschke dan Becky Dale berkontribusi pada berita ini. Desain oleh Jana Tauschinski.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada