Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

Setelah Perjuangan Panjang, Anwar Ibrahim Jadi Perdana Menteri Malaysia

Reporter

Editor

dw

image-gnews
Setelah Perjuangan Panjang, Anwar Ibrahim Jadi Perdana Menteri Malaysia
Iklan

Penunjukan Anwar Ibrahim sebagai perdana menteri baru Malaysia oleh Raja Al-Sultan Abdullah Sultan hari Kamis (24/11) memuncaki perjalanan politiknya selama tiga dekade. Mulai sebagai anak didik tokoh kawakan Mahathir Mohamad, menjadi seorang tahanan yang dihukum karena tuduhan sodomi, kemudian menjadi pemimpin oposisi dan akhirnya mencapai puncak kekuasaan sebagai perdana menteri.

Anwar Ibrahim yang berusia 75 tahun telah berkali-kali ditolak menjabat sebagai perdana menteri, meskipun selama bertahun-tahun sangat dekat dengan jabatan itu: dia adalah wakil perdana menteri pada 1990-an dan bakal perdana menteri pada 2018. Di sela-sela itu, dia menghabiskan hampir satu dekade di penjara karena tuduhan sodomi dan korupsi, yang disebutnya sebagai tuduhan bermotivasi politik untuk mengakhiri karirnya.

Baca Juga:

Pemilihan parlemen di Malaysia hari Sabtu lalu (19/11) berakhir dengan situasi gantung, dengan tidak satu pun dari dua aliansi utama, yaitu Pakatan Harapan yang dipimpin oleh Anwar Ibrahim, dan Perikatan Nasional yang dipimpin oleh mantan perdana menteri Muhyiddin Yassin dapat mencapai mayoritas. Ketidakpastian pemilu mengancam akan memperpanjang ketidakstabilan politik di Malaysia dan berisiko menunda keputusan kebijakan yang diperlukan untuk mendorong pemulihan ekonomi.

UMNO makin kerdil

Anwar memimpin aliansi partai multietnis Pakatan dengan kecenderungan progresif, sementara aliansi Muhyiddin mencerminkan pandangan yang lebih konservatif, yang terdiri dari etnis Melayu dan Partai Islam Se-Malaysia, PAS. Pakatan Harapan berhasi memenangkan kursi terbanyak dalam pemungutan suara dengan 82 kursi, sementara blok Perikatan Nasional Muhyiddin memenangkan 73 kursi. Untuk membentuk pemerintahan dibutuhkan mayoritas sederhana 112 kursi.

Blok Barisan Nasional yang lama berkuasa di Malaysia, dimotori partai UMNO, anjlok dan hanya berhasil meraih 30 kursi – hasil pemilu terburuk bagi aliansi yang telah mendominasi politik sejak kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1957. Barisan Nasional hari Kamis menyatakan, mereka tidak akan mendukung pemerintahan yang dipimpin oleh Muhyiddin, meskipun tidak merujuk langsung pada Anwar.

Baca Juga:

Blok Muhyiddin termasuk Partai Islam Se-Malaysia, PAS, yang kemenangannya akan memicu kekhawatiran yang signifikan dari minoritas etnis Tionghoa dan etnis India, yang sebagian besar menganut agama non-Islam.

Anwar harus hadapi lonjakan inflasi dan pelambatan ekonomi

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Malaysia memiliki monarki konstitusional yang unik, di mana raja dari keluarga kerajaan sembilan negara bagian dipilih secara bergiliran, untuk memerintah selama lima tahun. Secara konstitusional raja memainkan sebagian besar peran seremonial, tetapi dapat mengangkat seorang perdana menteri yang dia yakini akan memimpin mayoritas di parlemen.

Setelah Anwar Ibrahim dan Muhyiddin Yassin melewati tenggat waktu Selasa sore, dan gagal untuk membentuk koalisi pemerintahan, keputusan tentang jabatan perdana menteri jatuh ke tangan Raja Al-Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah.

Pemerintahan Anwar Ibrahim pertama-tama harus mengatasi inflasi yang melonjak dan pertumbuhan yang melambat, sembari meredakan ketegangan etnis. Masalah yang paling mendesak adalah anggaran negara untuk tahun depan, yang telah diajukan sebelum pemilu namun belum disahkan.

Anwar Ibrahim juga harus merundingkan kesepakatan dengan anggota parlemen dari blok lain, untuk memastikan dia mendapat cukup dukungan mayoritas di parlemen.

hp/as (rtr, afp, ap)

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada