TEMPO Interaktif, Jakarta: Indonesian Corruption Watch (ICW) menengarai potensi korupsi dari 20 persen anggaran pendidikan dimulai dari pengalokasian yang tertutup oleh Departemen Pendidikan Nasional.
"Data presentasi alokasi anggaran tidak boleh dilihat, itu kan ironis," ujar anggota Divisi Monitoring Publik ICW Ade Irawan di kantornya Senin (22/9)
Dalam penentuan alokasi anggaran, Departemen tidak pernah melibatkan pihak luar, termasuk dalam pengawasan anggaran. ICW khawatir nantinya proporsi pembagian anggaran tak adil, justru banyak di sektor birokrasi.
Tahun 2007 bagian untuk birokrasi di Departemen mencapai 25 persen anggaran, namun di tahun 2009 Departemen berjanji tak lebih dari 3 persen untuk birokrasi. "Tapi Departemen agak lebih pintar sekarang, birokrasi bisa masuk dalam proyek dan kegiatan." tambah Ade.
Kekhawatiran masuknya unsur politik, terutama menjelang Pemilu 2009, menurut Ade, perlu dikritisi. Anggaran pendidikan bisa jadi alat untuk membeli suara dengan mengalokasikan ke proyek di daerah pemilihan suara. Kondisi ini terbukti pada pembagian voucher pendidikan. Pada 2007 silam, voucher pendidikan dibagikan oleh Ketua Dewan Agung Laksono dan Sutrisno Bachir serta beberapa anggota Komisi X.
Berawal dari alokasi, potensi korupsi pun masuk di semua tingkat penyelenggara pendidikan, mulai dari Departemen, dinas pendidikan dan sekolah. Pola korupsinya, Ade melanjutkan, rata-rata penggelembungan dan penggelapan anggaran.
Walaupun Departemen sudah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengawasi anggaran, Ade menilai itu hanya sebagai formalitas semata. Ia menyarankan lebih pada perbaikan mekanisme anggaran, transparansi dan akuntabilitas.
Ketua Pusat Data dan Analisis ICW Firdaus Ilyas menyesalkan Departemen tak punya standar Harga Satuan Umum (HSU) dalam setiap anggaran. Harga ini menjadi penting untuk menyamakan presepsi tender.
Untuk meminimalisasi anggaran, Firdaus mengharap Badan Pemeriksa Keuangan memasukkan anggaran pendidikan dalam Pemeriksaan Dasar Tujuan Tertentu. Badan Pemeriksa, kata Firdaus, bisa mulai dari anggaran dasar dan menengah. "Itu proporsi terbesar alokasi anggaran," imbuhnya. Kemudian mulai ke Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.
Secara garis besar kedua dana tersebut kenyataannya tak sesuai jumlahnya dan salah sasaran. Dari Rp 224 triliun anggaran pendidikan, Rp 89,5 triliun untuk Dana Alokasi, sisanya untuk anggaran pendidikan di semua kementerian dan lembaga.
Dianing Sari