TEMPO Interaktif, Surabaya:Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surabaya Musyafak Rouf merasa, permintaan dana dari hasil pungutan pajak sebesar Rp 720 juta kepada Wali Kota Bambang Dwi Hartono sudah sesuai dengan peraturan wali kota. Dan sebagai aparat penunjang, kata dia, anggota dewan berhak mendapatkan jatah pungutan pajak tersebut.
"Ini bukan tindak pidana korupsi, tapi masalah hukum administrasi," kata Musyafak melalui kuasa hukumnya, Eddy Junindra, dalam sidang dengan agenda pembacaan pembelaan di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (30/3).
Dalam eksepsinya, Musyafak juga menyatakan bahwa pemberian dana tersebut tidak ada kaitannya dengan pengesahan anggaran proyek bus rapid transit dan Surabaya Sport Centre di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2008 seperti yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum. Karena itu, menurut dia, pemberian dana Rp 720 juta itu bukan kategori gratifikasi.
Eddy juga menilai bahwa dakwaan jaksa penuntut tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap karena perkara tersebut bukan ruang lingkup pidana korupsi. Dakwaan jaksa, kata Eddy, juga tidak sesuai aturan karena hanya berdasarkan pada asumsi azas praduga bersalah. "Perkara ini telah dipolitisasi karena terdakwa merupakan Ketua DPRD," imbuh Eddy.
Karena itu Eddy meminta agar ketua majelis hakim Ali Makki memberikan putusan sela yang berisi pembebasan kliennya dari segala dakwaa hukum. Eddy beralasan, bila sidang itu tetap diteruskan akan berpotensi melanggar hak asasi manusia. Sidang akan dilanjutkan pada Senin pekan depan dengan agenda mendengarkan tanggapan jaksa penuntut.
Seuasai sidang Eddy menyatakan bahwa dana Rp 720 juta itu oleh Musyafak telah dibagi-bagikan kepada anggota dewan lainnya. Tentang besaran pemberian dana dari Pemkot Surabaya yang disinyalir melebihi ketentuan yang berlaku, Eddy berkelit bahwa pencairan uang itu diberikan dalam dua tahap. "Kan diberikan dua tahap, yaitu Rp 470 juta dan Rp 250 juta. Mana yang menyalahi aturan," ujar dia.
KUKUH SW