"Tolak SPB, Hukum Mafia Tanah," begitu bunyi spanduk yang terbentang di depan jalan masuk Kantor Wali Kota Jakarta Barat. Sekitar 300 orang warga RT 05,06, dan 07 / RW 02 Kelurahan Duri Kepa, Kecamatan Kebon Jeruk, menolak Surat Perintah Pembongkaran No. 727/1.785 tanggal 5 Februari 2010. Surat tersebut ditandatangani oleh Wali Kota Jakarta Barat Djoko Ramadhan. "Surat pembongkaran tersebut cacat hukum," ujar Iswadi, humas aksi saat ditemui Tempo.
Iswadi dan sejumlah warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Warga Guji Baru (FKGW) mempertanyakan dasar hukum terbitnya Surat Perintah Pembongkaran tersebut. Mereka juga meminta Pemerintah Kota Jakarta Barat menunda penggusuran. "Enak aja maen gusur, kami sudah tinggal disitu sejak 35 tahun yang lalu," ujar Iswan Rino, warga RT 05 yang ikut dalam aksi siang tadi.
Berdasarkan penuturan Iswadi, saat ini sekitar 700 kepala keluarga menempati tanah seluas kurang lebih 3 hektare tersebut."Kurang lebih 3.000 jiwa. Kami siap jihad," ujar Iswadi diiringi teriakan warga.
Iswadi menuturkan permasalahan ini sudah ada sejak lama. Ia mengatakan, "Sudah banyak yang mengklaim tanah ini, mulai dari MKGR, Pertamina, Pajak, sampe perorangan.”
Saat ditanya permasalahan status tanah, Iswadi mengatakan bahwa tanah ini adalah tanah negara. "Kami sedang mengurus sertifikatnya," ujar pria plontos tersebut.
Ia menambahkan, pihaknya sudah mengecek langsung ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengenai status tanah tersebut. Ia mengatakan, "Kami berhak atas tanah tersebut, karena berdasarkan UU Agraria tanah milik negara dapat dialihkan haknya kepada masyarakat, dan kami sedang melakukan itu."
Setelah sekitar dua jam demo, Pemerintah Kota Jakarta Barat akhirnya mau menerima perwakilan warga. Dalam pertemuan di ruang serbaguna kantor Wali Kota Jakarta Barat tersebut wali kota dan wakilnya tidak hadir. Pemerintah Kota Jakarta Barat diwakili Assisten Pemerintahan Tri Kurniadi, Kepala Bagian Hukum Syarif Hidayat, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Bobby Aryono, serta Kepala kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Yanto Satyar.
Dalam pertemuan tersebut, Tri Kurniadi memaparkan sejumlah bukti kepemilikan tanah berupa girik atas nama Hj. Awang yang menjadi dasar hukum keluarnya Surat Perintah Pembongkaran. "Kami tidak asal keluarkan SPB, ada dasar hukum yang jelas," ujar Tri.
Ia juga mengatakan sudah pernah terjadi kesepakatan antara pihak pemilik dengan warga pada bulan Juli 2008 tentang status tanah tersebut. "Ini ada surat perjanjiannya bahwa warga mengakui bahwa tanah tersebut adalah milik Hj. Awang," ucap dia sembari menunjukan surat perjanjian.
Tri mengatakan dalam surat kesepakatan itu, sejumlah warga juga dikatakan telah menerima sejumlah uang penggantian. "Ada 137 warga yang sudah menerima uang," lanjut Tri.
Menanggapi hal tersebut, warga membantah telah terjadi kesepakatan dan menerima uang penggantian. "Kami juga punya data yang menyatakan bahwa tidak ada warga yang menerima penggantian," ujar Iswadi. Mengenai perjanjian tersebut, Sumarno, Ketua RT 05, mengatakan memang sempat terjadi pertemuan di rumah Ketua RW 02, tetapi tidak pernah ada kesepakatan. "Haji Awang tidak pernah bisa menunjukan bukti kepemilikan kepada warga," ujarnya.
Mengenai girik yang menjadi landasan hukum, warga juga mengatakan bahwa tanah dalam girik tersebut bukan terdapat di tempat mereka. "Tanah kami berbeda dengan tanah yang ada di girik itu," ujar Sumarno.
Sampai pertemuan berakhir, tidak dicapai kesepakatan antara warga dan Pemerintah Kota Jakarta Barat. Akhirnya warga memutuskan untuk meninggalkan ruang pertemuan. "Kami akan bertahan. Kami siap jihad," ujar Iswadi saat berorasi seusai pertemuan.
FEBRIYAN