TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mendorong para pegawai negeri sipil untuk bersikap lebih proaktif melaporkan dugaan praktik korupsi yang terjadi di instansinya. Para abdi negara bisa melaporkan gratifikasi melalui program baru bernama KPK WhistleBlower's System yang terpasang di tujuh Kementerian.
Ketujuh Kementerian itu adalah Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Pekerjaan Umum.
Gratifikasi termasuk yang wajib dilaporkan, sebab jika tidak dilaporkan akan menjadi praktek suap. "Tapi, hingga saat ini masih sedikit pengawai negeri sipil yang melaporkan soal gratifikasi," kata Wakil Ketua KPK, Haryono Umar dalam peluncuran program KPK WistleBlower's System di Kantor KPK, Rabu (25/8).
Menurut Haryono, jumlah pelapor dari kalangan pegawai negeri sipil sejauh ini masih dalam kategori 'pernikahan'. Artinya, hanya melaporkan penerimaan hadiah ketika momen pernikahan. Padahal di luar momen itu masih banyak.
"Seperti menerima hadiah pada waktu mengaudit, tiketnya dibayarin, mendapat suvenir, honor segala macam. Itu kan masuk ke dalam kategori gratifikasi yang wajib dilaporkan." Sebab, jika tidak dilaporkan ia kuatirkan merupakan bentuk suap.
Menurut Haryono, hanya KPK yang boleh menetapkan apakah gratifikasi itu milik pegawai negeri yang menerimanya atau milik negara. "Berdasarkan undang-undang, semua penerimaan yang diterima PNS di luar gaji dan tunjangan itu gratifikasi," ujarnya.
Undang-undang tidak melarang PNS menerima gratifikasi, tapi harus melaporkannya ke KPK dalam waktu 30 hari kerja. Selama ini upaya pelaporan gratifikasi oleh pegawai negeri banyak terkendala berbagai hal.
Karena itu, KPK menggandeng para pejabat Kementerian sehingga pegawai yang lapor merasa lebih nyaman dan tidak merasa langsung dianggap salah. "Sebenarnya dengan dia melapor, hal mengenai suapnya langsung gugur," kata Haryono.
MAHARDIKA SATRIA HADI