Banyaknya perusahaan ikan yang tidak berproduksi, kata dia, akibat sepinya pasokan ikan dari nelayan dalam delapan bulan terakhir. Kondisi tersebut membuat nasib ribuan pekerja terancam karena perusahaan memilih merumahkan mereka.
Enam perusahaan yang masih berproduksi, Thamrin menjelaskan, merupakan perusahaan berskala besar yang mengandalkan ikan mentah impor dari Vietnam, China dan India.
Menurut juru bicara PT Sumber Yala, salah satu perusahaan penolahan ikan di Banyuwangi mengatakan, sebagian besar bahan baku pabriknya kini bergantung pasokan dari China.
Setiap hari sebanyak 45 ton bahan baku ikan lemuru didatangkan dari China. Sedangkan pasokan ikan dalam negeri hanya sekitar 25 ton. "Setiap hari kami memproduksi 70 ton sarden," katanya kepada TEMPO.
Harga lemuru impor ini mencapai Rp 9 ribu per kilogram. Harga tersebut tentu lebih mahal dari lemuru tangkapan nelayan lokal yang biasanya berkisar Rp 4 ribu - Rp 5 ribu per kilogramnya.
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Yoppy Bayu, mengatakan, Pemerintah Banyuwangi belum memiliki kebijakan khusus untuk menyelamatkan sejumlah perusahaan ikan yang tidak berproduksi lagi. Menurut dia, hal tersebut sangat tergantung tersedianya ikan di laut. "Terus terang kami tidak bisa berbuat apa-apa," katanya.
Enam perusahaan yang masih aktif itu, kata dia, bisa survive karena memiliki kerjasama yang baik dengan perusahaan di luar negeri. "Kalau kerjasamanya tidak berlanjut, perusahaan tersebut juga tidak akan berproduksi," ujarnya.
IKA NINGTYAS