Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Perempuan Perkasa di Pusaran Iklim

image-gnews
Perkampungan nelayan. TEMPO/Wahyu Setiawan
Perkampungan nelayan. TEMPO/Wahyu Setiawan
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta - Sandal milik Gobang putus talinya. Nelayan yang tinggal di Kampung Marunda Kepu, Cilincing, Jakarta Utara, ini harus berjalan perlahan ke luar gedung Bidakara di Jakarta Selatan. Bersama istrinya, Habibah, Gobang hadir memberi kesaksian dalam acara yang diadakan Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim. Topik diskusi bertajuk “Ketika Petani, Nelayan, dan Petambak Berjuang Menghadapi Perubahan Iklim”.

"Belum ada uang buat beli sandal," kata Habibah, ibu lima orang anak, Rabu pekan lalu. Sejak 2008, dia jadi tulang punggung keuangan keluarga. Maklum, dua perahu yang biasa dikelola sang suami sudah dijual karena hasil tangkapan ikan tidak menutupi biaya melaut. Cuaca yang berubah-ubah, kata Gobang, membuat kami sulit melaut dan jumlah ikan makin berkurang.

Untuk menambah pemasukan, Habibah banting tulang seharian. Seusai salat subuh, dia pergi ke tempat pelelangan membeli ikan. Lalu pukul 06.00-12.00 dia "ngider" berjalan kaki menjual ikan. Dalam satu hari, sekitar 12 kilogram (kg) ikan kembung, tongkol, dan bandeng terjual.

Sampai di rumah, pekerjaan lain menunggu, yaitu mengupas kerang milik pengepul. Dia dibayar Rp 1.500 untuk 1 kg kerang. Hingga sore dia cuma mengupas 4 kg. "Ibu-ibu lain di sini juga berebut jadi pengupas kerang," kata perempuan yang cuma sampai kelas V sekolah dasar.

Sore hingga malam hari, Habibah membuat terasi. Dari penjualan terasi, dia memperoleh keuntungan Rp 5.000 setiap kilogram. Sang suami membantunya membeli rebon (bahan pembuat terasi) dan ikan di tempat pelelangan. Gobang juga ikut mengupas kerang dan menjaga anak bungsu yang masih di sekolah dasar.

Ternyata kehidupan keluarga Gobang-Habibah menjadi potret Kampung Marunda Kepu, yang terletak di RT 008 dan RT 009 RW 07, Kelurahan Marunda Baru. Kampung ini dihuni oleh 200 keluarga nelayan.

"Perempuan yang tinggal di pesisir utara Jakarta melakukan pekerjaan tak kurang dari 17 jam setiap harinya," kata Abdul Halim, Koordinator Program Kiara (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan) mengutip studi yang dilakukan lembaganya.

Studi Kiara juga mengungkapkan, 48 persen pendapatan keluarga nelayan dihasilkan dari aktivitas ekonomi perempuan nelayan. Mulai mengupas kerang, mencari cilong di laut, menjual ikan bandeng dan udang rebon, hingga membuat dan menjual terasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tak hanya itu, pola yang sama juga terjadi di kampung nelayan lainnya di Tanah Air ketika perubahan iklim membawa dampak negatif bagi warga pesisir. Hal ini tampak dari studi kasus yang dilakukan Oxfam GB di Nusa Tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat.

"Untuk membantu suami mencari uang, kami di rumah menjual dengan membuka warung yang menyediakan kebutuhan sehari-hari, seperti beras, gula, kopi, dan makanan kecil," kata Zainap Manabu, istri nelayan yang tinggal di Desa Kendahe, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, kepada peneliti Oxfam.

Tim peneliti Oxfam menemukan, selain membuka warung, perempuan melakukan pekerjaan lain sebagai bagian dari adaptasi perubahan iklim. Apa itu? Mengolah kopra dan pala, pemecah batu, serta tibo-tibo atau menjual ikan berkeliling kampung.

"Intervensi pemerintah bersifat jangka pendek, seperti memberi bantuan benih serta beras murah atau gratis," kata Roysepta Abimanyu, Policy Advocacy and Campaign Manager Oxfam Indonesia, dalam diskusi bertajuk “Perempuan dan Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim”, Selasa pekan lalu (22 Maret).

Padahal pemerintah harus memberi respons jangka panjang dengan mengurangi risiko bencana melalui perbaikan kondisi lingkungan. Para aktivis menyatakan, ketika negara absen menangani krisis akibat perubahan iklim, perempuan menjadi korban ketidakadilan berganda.

UNTUNG WIDYANTO | DIAN YULIASTUTI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

KJRI Kuching Minta Malaysia Bebaskan 8 Nelayan Natuna yang Ditangkap

1 hari lalu

Kapal kecil nelayan Natuna saat melaut di pesisir Pulau Ranai. TEMPO/Yogi Eka Sahputra
KJRI Kuching Minta Malaysia Bebaskan 8 Nelayan Natuna yang Ditangkap

KJRI mengatakan, APPM mengatakan 3 kapal nelayan Natuna ditangkap karena melaut di dalam perairan Malaysia sejauh 13 batu dari batas perairan.


Tiga Kapal Nelayan Tradisional Indonesia Kembali Ditangkap Otoritas Malaysia

4 hari lalu

Beberapa nelayan Natuna yang ditangkap di Malaysia. Foto Istimewa
Tiga Kapal Nelayan Tradisional Indonesia Kembali Ditangkap Otoritas Malaysia

Tiga kapal nelayan Indonesia asal Natuna ditangkap oleh penjaga laut otoritas Malaysia. Dituding memasuki perairan Malaysia secara ilegal.


Pantau Pemanfaatan Kuota BBL, KKP Manfaatkan Sistem Canggih

4 hari lalu

Pantau Pemanfaatan Kuota BBL, KKP Manfaatkan Sistem Canggih

Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik yang memuat hulu-hilir pengelolaan pemanfaatan BBL.


Asal-usul Tradisi Lomban Setiap Bulan Syawal di Jepara

8 hari lalu

Warga berebut sesaji saat mengikuti prosesi Pesta Lomban di laut Jepara, Jepara, Jawa Tengah, Rabu 17 April 2024.  Pesta Lomban yang diadakan nelayan sepekan setelah Idul Fitri dengan melarung sesaji berupa kepala kerbau serta hasil bumi ke tengah laut itu sebagai bentuk syukur dan harapan para nelayan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rezeki dan keselamatan saat melaut. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Asal-usul Tradisi Lomban Setiap Bulan Syawal di Jepara

Tradisi Lomban setiap bulan Syawal di jepara telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.


Polisi Gagalkan Penyelundupan Sabu dari Malaysia, Pelaku yang Menyamar Nelayan Diupah Rp 10 Juta per Kg

9 hari lalu

Ilustrasi Sabu. TEMPO/Amston Probel
Polisi Gagalkan Penyelundupan Sabu dari Malaysia, Pelaku yang Menyamar Nelayan Diupah Rp 10 Juta per Kg

Bareskrim Polri menangkap lima tersangka tindak pidana narkotika saat hendak menyeludupkan 19 kg sabu dari Malaysia melalui Aceh Timur.


Walhi dan Pokja Pesisir Kaltim: Teluk Balikpapan Rusak akibat Pembangunan IKN

15 hari lalu

Direktur Walhi Jawa Tengah Fahmi Bastian. Foto dok.: Walhi
Walhi dan Pokja Pesisir Kaltim: Teluk Balikpapan Rusak akibat Pembangunan IKN

Walhi dan Pokja Pesisir Kalimantan Timur sebut kerusakan Teluk Balikpapan salah satunya karena efek pembangunan IKN.


Sejumlah Permasalahan Perikanan Jadi Sorotan dalam Hari Nelayan Nasional

19 hari lalu

Ilustrasi nelayan. TEMPO/M Taufan Rengganis
Sejumlah Permasalahan Perikanan Jadi Sorotan dalam Hari Nelayan Nasional

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengungkap sejumlah permasalahan nelayan masih membutuhkan perhatian serius dari pemerintah.


Tidak Ditenggelamkan, Dua Kapal Illegal Fishing Diserahkan ke Nelayan Banyuwangi

27 hari lalu

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam acara Pertemuan Nasional Kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial di Kantor KKP, Jakarta Pusat pada Selasa, 19 Maret 2024. Tempo/Aisyah Amira Wakang
Tidak Ditenggelamkan, Dua Kapal Illegal Fishing Diserahkan ke Nelayan Banyuwangi

Menteri KKP Wahyu Sakti Trenggono menyerahkan dua kapal illegal fishing ke nelayan di Banyuwangi, Jawa Timur.


Kapal Tenggelam, Puluhan Pengungsi Rohingya Diselamatkan Nelayan Aceh dan Tim SAR

37 hari lalu

Dua orang anak bermain di lokasi  kapal mengangkut imigran etnis Rohingya yang mendarat di pantai desa  Ie Meule, kecamatan Suka Jaya, Pulau Sabang, Aceh, Sabtu 2 Desember 2023.  Sebanyak 139 imigran etnis Rohingya terdiri dari laki laki,  perempuan dewasa dan anak anak menumpang kapal kayu kembali mendarat di Pulau Sabang, sehingga total jumlah imigran di Aceh tercatat  sebanyak 1.223 orang. ANTARA FOTO/Ampelsa
Kapal Tenggelam, Puluhan Pengungsi Rohingya Diselamatkan Nelayan Aceh dan Tim SAR

Nelayan Indonesia dan tim SAR pada Rabu 20 Maret 2024 berjuang menyelamatkan puluhan warga Rohingya setelah air pasang membalikkan kapal mereka


Eksploitasi Pekerja Sektor Perikanan Indonesia Masih Tinggi, Subsidi Nelayan Sulit

39 hari lalu

Delapan awak kapal WNI di  kapal kargo di Taiwan, 28 Oktober 2022. (ANTARA FOTO/FAHMI FAHMAL SUKARDI)
Eksploitasi Pekerja Sektor Perikanan Indonesia Masih Tinggi, Subsidi Nelayan Sulit

Pengusaha yang hanya mengejar keuntungan telah menyebabkan luasnya praktik kerja paksa, perdagangan manusia, dan perbudakan di sektor perikanan.