TEMPO Interaktif, Jakarta - Juru bicara Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, belum tahu soal proyek pengadaan peralatan untuk pabrik vaksin flu burung antara Kementerian Kesehatan dan PT Anugrah Nusantara, perusahaan M. Nazaruddin yang sahamnya pernah dimiliki Anas Urbaningrum. "Untuk yang ini, kami belum dapat konfirmasi sama sekali. Nanti akan dicek lagi," ujarnya seusai diskusi polemik radio Trijaya di Warung Daun, Cikini, Jakarta, kemarin, Sabtu, 6 Agustus 2011.
Hinca mengatakan akan melihat posisi Anas Urbaningrum dalam proyek dan perusahaan tersebut. "Saya akan cek posisinya. Saat ini beliau (Anas) sedang di luar kota. Mungkin dua atau tiga hari lagi," kata dia.
PT Anugrah Nusantara menjadi pemenang proyek vaksin flu burung senilai Rp 718 miliar di Kementerian Kesehatan. Kerja sama itu diteken antara Pejabat Pembuat Komitmen Departemen Kesehatan Tunggul Sihombing dan Direktur PT Anugrah Amin Andoko. Dalam dokumen perjanjian itu disebutkan bahwa proyek diharuskan selesai dalam 380 hari, yang dimulai pada 12 Desember 2008.
Tempo sampai tadi malam belum bisa meminta konfirmasi soal perjanjian kerja sama itu, baik kepada Tunggul maupun Amin Andoko. Namun salah satu pasal dalam perjanjian itu menyebutkan bahwa kontrak bersifat terbatas dan rahasia. Kedua belah pihak dilarang menyebarluaskan kontrak kepada orang lain.
Di Manado kemarin, Anas berkelit saat ditanya ihwal kasus-kasus Nazaruddin yang ikut menyeretnya. Ia mengatakan hanya akan menjawab pertanyaan yang penting saja. "Kalau tanya, yang penting-penting saja," kata Anas.
Dalam dokumen akta notaris Asman Yunus yang diterbitkan pada 5 Juli 2011 yang dimiliki Tempo, M. Nazaruddin disebutkan pernah menjual 30 persen saham PT Anugrah Nusantara kepada Anas Urbaningrum pada 1 Maret 2007. Saham itu dijual secara lunas tanpa menyebutkan nilai penjualan sahamnya. Menanggapi soal ini, Anas dalam berbagai kesempatan mengaku sudah tak punya saham lagi di PT Anugrah Nusantara.
Ketua Komisi Kesehatan DPR Ribka Tjiptaning menyatakan proyek yang dimenangi Anugrah itu diduga merupakan bagian dari proyek pengadaan vaksin senilai Rp 718 miliar yang telah ditolak oleh komisinya. Namun ia tak mengetahui pasti bagaimana teknis pemilihan pemenang proyek. Alasannya, komisinya belum mendapat laporan ihwal sengkarut di Kementerian Kesehatan itu.
Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari sebelumnya mengakui ide pabrik virus muncul pada masanya. Beberapa kali rapat kabinet membahas mengenai proyek itu. Namun ia juga tak mengetahui bagaimana pemenang proyek itu ditentukan. "Saya sampai tanya-tanya ke orang-orang Kemenkes, ini proyek yang mana?" kata dia, dua hari lalu. Ia juga tak pernah mendengar nama Tunggul, apalagi mengenalnya. "Dan saya enggak tahu bentuk kerja sama seperti apa?"
ALWAN RIDHA RAMDANI | ISA ANSHAR