TEMPO Interaktif, Jakarta - Suparta, warga Rawagede, Karawang, Jawa Barat, yang juga keluarga korban kasus pembantaian Rawagede mempertanyakan dana bantuan hibah dari Pemerintah Belanda sebesar Rp 8,6 miliar yang saat ini sudah di tangan pemerintah. Menurut dia, dana tahap pertama sejumlah Rp 1,6 miliar (tepatnya Rp 1.646.000.000) saat ini seharusnya sudah dipegang Kementerian Dalam Negeri.
Suparta menceritakan awal mula dana tersebut. Menurutnya dana itu diberikan Pemerintah Belanda atas proposal program yang diajukan warga yang terdiri dari ahli waris, tokoh masyarakat melalui Yayasan Sampurna Raga, Rawagede, yang diajukan Oktober 2009 lalu. Program yang dicantumkan di antaranya untuk pembangunan sekolah menengah, pasar rakyat, puskesmas, dan sejumlah pembebasan lahan tanah.
Rupanya Pemerintah Belanda menindaklanjutinya dengan memberikan draf nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan Pemerintah Daerah Karawang untuk memberikan dana bantuan sebesar Rp 8,6 miliar. Sayangnya sang Bupati yang saat itu dijabat Dadang S. Muchtar enggan menandatanganinya dengan alasan yang tak jelas. Lalu kemudian MoU tersebut diambil alih oleh Kementerian Dalam Negeri.
"Akhirnya ditandatangani Sekjen Kementerian Dalam Negeri Ibu Diah Anggraini atas nama Menteri Dalam Negeri tanggal 2 Desember 2010 lalu," kata dia dalam diskusi "Belajar dari Kasus Rawagede" di Kantor Kontras, Jakarta, Kamis 22 September 2011.
Suparta yang juga Pembina Yayasan Sampurna Raga hingga saat ini belum pernah mendapat informasi terbaru dari Kementerian Dalam Negeri. Menurut kabar yang ia dengar, Kementerian Dalam Negeri masih menunda pencairan dana tersebut karena menilai dana untuk pembangunan sekolah tak mencukupi dan memerlukan dana lain untuk perlengkapannya. Namun, menurut Suparta, hal tersebut tidak menjadi masalah lagi karena Bupati sekarang sudah menyatakan bersedia menalangi dana yang kurang untuk pembangunan proyek sekolah itu.
"Bupati sudah menyatakan siap memfasilitasi segala kekurangannya, termasuk apa yang diminta Kementerian Dalam Negeri terkait kelengkapan sekolah. Menurut kami di tingkat daerah tidak masalah. Kenapa tidak juga direalisasikan?" ujarnya.
Menurut Suparta, di dalam MoU proyek tersebut berjalan dari 1 November 2010 hingga 31 Desember 2011. Sistem pelaporannya, Menteri Dalam Negeri menyerahkan laporan akhirnya tanggal 30 April 2012. "Untuk laporan tahap pertama tercatat tanggal 30 April 2011," ujarnya.
Ia berharap pemerintah khususnya Kementerian segera mengucurkan dana tersebut, sehingga program pembangunan di daerahnya bisa segera terlaksana. "Karena ini (tidak jelas) saya dianggap seolah-olah menggelapkan uang dari Belanda," kata dia tak rela.
MUNAWWAROH