TEMPO Interaktif, Bengkulu - Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bengkulu, Zenzi Suhadi, mengemukakan sebanyak 38 orang petani di Bengkulu dijebloskan ke dalam penjara akibat sengketa atau konflik pertanahan. "Data Walhi nasional menyebutkan jumlah terbanyak di Bengkulu, kemdian Sulteng 20 orang, dan Lampung 14 orang," katanya, Kamis, 15 Desember 2011.
Menurut Suhadi, konflik pertanahan di Mesuji, Lampung, merupakan puncak gunung es dari ribuan konflik yang terjadi di Indonesia. Konflik tersebut berpotensi meletus setiap saat.
Selama ini perebutan kepentingan antara investor perkebunan dan pertambangan yang berhadapan dengan masyarakat ditunggangi oleh kekuatan politik, militer, polisi dan preman yang tergabung dalam Pamswakarsa. Kekuatan tersebut lebih berpihak membela investor. Adapun petani dibiarkan berdiri sendiri. Dalam posisi yang lemah, petani rentan menjadi korban kekerasan, termasuk pembantaian yang merupakan pelanggaran HAM.
Suhadi mengkhawatirkan jika rakyat selalu terjepit dan menjadi bulan-bulanan kekerasan seperti yang terjadi selama ini, maka rakyat akan menjadi gelap mata.
Konflik pertanahan yang menempatkan petani dan masyarakat di sekitar lahan yang diperebutkan dalam posisi yang lemah bisa mengakibatkan terjadinya kemiskinan.
Akibat terjadinya puluhan konflik pertanahan di Bengkulu, ribuan petani kehilangan wilayah kelola agrarian yang mengakibatkan terjadinya pengangguran. Dampak lebih jauh adalah timbul kriminalitas hingga tindakan bunuh diri karena dihimpit kemiskinan.
Selama ini pemerintah pun tidak memiliki konsep pemecahan masalah secara menyeluruh. Pola yang digunakan pemerintah lebih cendrung hanya sekadar mendinginkan situasi tanpa solusi yang jelas. Masalahnya pun dibiarkan berlarut sehingga berpotensi meledak setiap saat serta hanya merugikan pihak petani.
Untuk menghindari potensi letupan akibat konflik pertanahan, Walhi Bengkulu tetap memilih jalur diplomasi. "Sekarang kami bersama tujuh petani sedang menghadap ke Komisi II DPR RI guna menyampaikan persoalan konflik agraria yang dihadapi ratusan petani di Kabupaten Seluma dengan PT SIL, perusahaan perkebunan kelapa sawit," papar Suhadi.
Di Bengkulu saat ini terdapat puluhan sengketa pertanahan antara perusahaan dan masyarakat. Di antaranya PTSIL, PTPN VII, PT Bio Nusantara, PT DPM, PT SBA. Seluruh kasus sengketa tersebut hingga kini belum menemukan jalan keluar.
Sementara itu, salah seorang petani Desa Pering Baru, Kecamatan Ulu Talo Seluma, Nahadin, mengatakan, sebagai rakyat kecil para petani seharusnya mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Mereka sudah menjadi korban perampasan lahan, bahkan dipenjara pula. "Sebelum penangkapan kita juga selalu diintimidasi perusahaan," ucap Nahadin yang pernah merasakan dinginnya penjara.
Hingga saat ini, Nahadin masih berjuang mengambil kembali lahannya yang dikuasai PTPN VII. Menurut Nahadin, kasus pembunuhan petani seperti di Mesuji juga pernah terjadi di desanya. Salah seorang warga pernah ditembak oleh aparat. Namun, hingga saat ini kasus tersebut tidak pernah ditindaklanjuti. Itu sebabnya Nahadin berharap agar pemerintah lebih berpihak kepada masyarakat.
PHESI ESTER JULIKAWATI