TEMPO.CO, Jakarta - Sidang kasus proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mulai menyeret nama Muhammad Nazaruddin, eks Bendahara Partai Demokrat. Ini karena dalam sidang yang digelar Rabu 28 Desember 2011 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dihadirkan Yulianis, eks Wakil Direktur Keuangan PT Anugerah Nusantara.
Dalam persidangan itu, Yulianis membeberkan peran Nazaruddin dan istrinya, untuk mengegolkan proyek itu. Menurut Yulianis, perusahaan Nazar dan Neneng Sri Wahyuni-- istri Nazar-- meminjam bendera PT Alfindo Nuratama untuk memenangkan lelang proyek yang berlangsung 2008 silam itu.
"Keuntungan-keuntungan dan pengeluaran proyek, yang incharge Bu Neneng. Dia yang pegang rekening PT Alfindo," kata Yulianis saat bersaksi untuk Timnas Ginting, terdakwa kasus korupsi proyek PLTS, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI, Rabu petang, 28 Desember 2011.
Sedangkan Nazaruddin, diakui Yulianis sebagai bosnya di perusahaan. Pada 2008, Nazaruddinlah yang selalu menandatangani setiap pengeluaran dari kas PT Anugerah. Namun pada 2009, Nazaruddin tak terlalu terlibat. Tugas menandatangani setiap pengeluaran kas, diambil alih Yulianis yang tahun itu menjabat wakil Neneng di bagian keuangan.
Yulianis menyebut, Neneng dan Nazar juga bekerjasama dengan Marisi Matondang. Di PT Anugerah, Marisi menjabat Direktur Administrasi. "Saat saya masuk pada 2008, saya tahu perusahaan meminjam bendera PT Alfindo" ujarnya. "Yang mengurus adalah Marisi, Direktur Utama PT Mahkota Negara yang juga Direktur Administrasi PT Anugerah,"
Staf Yulianis di PT Anugerah, Oktarina Fury, memperkuat kesaksian bekas atasannya. Menurut Oktarina, Neneng selaku Direktur Keuangan memegang kontrol sepenuhnya terhadap keluar-masuknya duit kas perusahaan. "Persetujuan keuangan setelah Bu Neneng ke Pak Nazar, karena Pak Nazar kan owner (pemilik) perusahaan."
Nazar dan Neneng juga disebut Oktarina memprakarsai peminjaman bendera ke PT Alfindo, dalam proyek PLTS. Ide keduanya, kata Oktarina, dilaksanakan Marisi. Marisi jugalah yang disebut mengurus pelaksanaan proyek oleh PT Sundaya, dengan bayaran total sebesar Rp 5,3 miliar.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Herdi Agustein juga mendengarkan keterangan Direktur Marketing PT Anak Negeri, Mindo Rosalina Manulang. PT Anak Negeri adalah perusahaan yang seatap dengan PT Anugerah di Grup Permai. Menurut Rosa, ialah yang memasukkan proposal PT Alfindo ke lelang proyek PLTS.
"Saya memasukkan dokumen Alfindo, dan yang menentukan spesifikasinya Pak Marisi. Tapi pelaksanaannya, yang menggarap PT Sundaya, meski ada juga yang dari PT Anugerah," kata terpidana 2,5 tahun penjara dalam kasus suap Wisma Atlet Jakabaring itu.
Saat diberi kesempatan hakim untuk memberi tanggapan, Timas tak memberi sanggahan soal Nazar dan Neneng yang meminjam bendera PT Alfindo. Ia hanya menegaskan, dalam proyek ini tak menerima duit sepeser pun. Ia juga mengatakan mengenal Rosa sebagai pegawai PT Alfindo, bukan PT Anak Negeri.
Adapun Marisi dalam sidang sebelumnya, menyanggah dirinya anakbuah Nazar. Ia mengklaim, yang memerintahkannya untuk meminjam PT Alfindo adalah Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. "Saya cabut semua yang tentang Neneng Sri Wahyuni," kata Marisi saat bersaksi, 14 Desember lalu.
Kasubag Tata Usaha Direktorat Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan (PSPK) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Timas Ginting, terancam hukuman 20 tahun penjara. Ia sebagai pejabat pembuat komitmen didakwa ikut merekayasa pengadaan proyek senilai Rp 8,9 miliar tersebut.
Dalam dakwaan, Timas disebut melakukan intervensi terhadap Sigit Mustofa Nurudin selaku Ketua Panitia Pengadaan. Ia memerintah Sigit menyamakan Harga Perkiraan Sendiri (HGS) dengan pagu anggaran, sebesar Rp 8,8 miliar.
Lelang kemudian diikuti oleh delapan perusahaan, salah satunya PT Alfindo Nuratama. Perusahaan milik Arifin Ahmad itu diketahui dipinjam benderanya oleh Marisi Matondang dan Mindo Rosalina Manulang, atas sepengetahuan Nazaruddin dan Neneng. Aksi ini membuat Nazar dan Neneng untung Rp 2,2 miliar.
Timas kemudian mengubah spesifikasi angka komponen pengujian teknis agar produk solar modul yang ditawarkan PT Alfindo memenuhi persyaratan teknis. Pada 5 September 2008, Timas pun memerintahkan Sigit dan Sudaryono agar memilih PT Alfindo sebagai pemenang lelang.
Kemudian pada 28 Oktober 2008, dilakukan addendum I atas perjanjian, yang meliputi perubahan harga borongan. Setelah perjanjian itu ditandatangani, Neneng, Nazaruddin, Marisi, dan Mindo melakukan beberapa kali pertemuan dengan Rustini dan Arif Lubis dari PT Sundaya Indonesia, yang kemudian menyepakati proyek dikerjakan PT Sundaya.
ISMA SAVITRI