TEMPO.CO, Jakarta- Menteri Perdagangan Gita Wirjawan beberapa hari terakhir ini menjadi headline berita di koran-koran. Dia bicara ceplas-ceplos tentang banyak hal mulai soal mewajibkan pegawainya memiliki skor TOEFL (Test of English for Foreign Language) sampai soal perlunya orang Indonesia makan singkong. Kali ini dia mengaku mengubah kebiasaan makan beras menjadi makan singkong.
"Angka tidak pernah berbohong," ujarnya kepada Tempo. "Jika hari ini 240 juta orang Indonesia mulai mengganti makan malamnya dengan singkong, hari ini juga kita beralih dari pengimpor menjadi pengekspor beras," ujarnya dengan serius pekan lalu.
Mengapa Gita ngotot menganjurkan orang Indonesia makan singkong? Gita mengaku sedang berusaha menciptakan keseimbangan supply dan demand. Untuk itu, katanya lagi, harus ada perubahan pola konsumsi. Misalnya per hari ini penduduk Indonesia mengkonsumsi beras 140 kilogram per orang per tahun. Di negara tetangga--Thailand, Malaysia, Vietnam--konsumsi beras 65-70 kilogram per orang per tahun. "Bayangkan, kalau besok pola konsumsi kita turun ke 100 kilogram saja, kita tentu sudah dalam posisi mengekspor," ujar menteri yang berlatar belakang pengusaha itu.
Gita mengaku dia bukan asal bicara. Dia sudah mempraktekkannya dalam kehidupannya sehari-hari. "Saya sudah tidak makan nasi pagi dan malam, gantinya ubi atau singkong," ujar Gita. Pagi dia makan singkong dan siang makan beras merah. Adapun malam hari menteri yang juga main piano itu mengaku tak makan nasi lagi.
Selain ingin mengubah pola makan nasi, Gita juga ngotot ingin mengubah pola makan daging. "Di Indonesia, kita hanya mengkonsumsi 2,1 kilogram (daging) sapi per orang per tahun. Di Jerman, konsumsi (daging sapi) per orang per tahun mencapai 50 kilogram. Sekarang kita tahu kenapa mereka pintar-pintar. Dalam hal ini, saya harus berpikir sebagai bekas pengusaha. Sapi bisa membuat kita pintar dan kaya.”
Gita punya pertimbangan sendiri soal konsumsi daging. Dia belajar dari Brasil yang berhasil menjadi produsen sapi berkat strategi jitu. Menurut Gita, Brasil tidak mulai dari sisi pasokan, tapi sisi permintaan. Sekitar 10-15 tahun lalu mereka menumbuhkan pasar dengan memasang iklan dengan artis Gisele Bundchen dengan bibir dan "kumis" bekas susu. Lalu konsumen pun tergerak mengkonsumsi susu. Gita menyebut strategi ini adalah "demand pushed economy, bukan supply pushed economy." Sekarang Brasil sudah menjadi produsen sapi terbesar.
Indonesia, menurut Gita, punya peluang untuk bisnis sapi. Pertama, sapi hanya bisa hidup di daerah dekat khatulistiwa. Kedua, kalau Indonesia bisa meningkatkan konsumsi ke 20 kilogram saja per orang per tahun, kalikan dengan 240 juta manusia lalu kalikan Rp 70 ribu atau (US$) 7 dolar per kilogram, maka itu sudah mencapai 35 miliar dolar per tahun. Itu baru dagingnya, belum jeroan, kulit, susu, atau tulang. Sapi amat prospektif untuk kesehatan dan kesejahteraan.
Andari Karina Anom | Hermien Y. Kleden | Purwani D. Prabandari | Bobby Chandra | Riky Ferdianto
Berita Terpopuler Lainnya:
Wajibkan TOEFL 600, Menteri Gita Panen Kecaman
Gita Wirjawan Minta Warren Buffet Investasi US$ 1
Janji-Janji Menteri Gita Wirjawan