TEMPO.CO, Jakarta- Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch, Abdullah Dahlan, mengatakan bahwa indikasi penyimpangan anggaran kuat dalam proyek ruang Banggar. Menurutnya, spesifikasi ruangan yang kelewatan wah dapat menjadi sebuah petunjuk bahwa adanya penyimpangan anggaran dalam proyek senilai Rp 20 miliar ini.
"Kenapa harus interior dan fasilitasnya seperti itu? Ini harus dijelaskan oleh Sekjen DPR. Saya melihat ada indikasi pengarahan kepada perusahaan tertentu untuk memenangkan tender ini," ujarnya kepada Tempo melalui hubungan telepon Selasa 17 Januari 2012.
Sebelumnya, Kepala Badan Kehormatan DPR M Prakosa mengatakan bahwa spesifikasi ruangan Badan Anggaran banyak yang melampaui standar untuk gedung pemerintahan. Menurutnya, sejumlah spesifikasi seperti furniture, sistem pencahayaan, sistem informasi teknologi, sistem tata suara serta berbagai fasilitas lainnya berada di atas standar kepatutan dan kelayakan gedung wakil rakyat.
Proyek renovasi senilai Rp 20 miliar ini sendiri mendapatkan kecaman tak hanya dari publik, namun juga dari dalam DPR. Ketua DPR yang sekaligus Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR Marzuki Alie merasa ditelikung karena tak pernah diberitahukan soal anggaran renovasi senilai ini. Ia mengaku telah menegur keras Sekjen DPR Nining Indra Saleh karena tidak menginformasikan soal ini kepada BURT.
Pimpinan Banggar juga ikut membantah bahwa merekalah yang berada di belakang renovasi ini. Menurut mereka, proyek ini merupakan kewenangan Sekjen DPR dan dianggarkan oleh Sekjen DPR.
Abdullah mengatakan, jika melihat alur pembahasan anggaran di DPR, menurutnya tidak mungkin Badan Anggaran atau Badan Urusan Rumah Tangga DPR tidak mengetahui soal ini. Alasannya, pembahasan anggaran untuk kebutuhan DPR selalu melalui dua badan ini. "Terutama Banggar, karena mereka yang meminta ruangan dan juga membahas anggarannya. Jadi tidak mungkin tidak tahu," ujarnya.
Soal spesifikasi ruangan beserta fasilitas di dalamnya, Abdullah mengaku mengendus bau tak sedap. Menurutnya, banyak spesifikasi yang harus dipertanyakan. "Misalnya kursi dan karpet, kenapa harus import? Dalam peraturan soal pengadaan barang dan jasa yang ada, produk lokal itu harus diutamakan. Ini jelas sebuah kejanggalan yang harus dijawab Setjen," ujarnya.
Ia menambahkan, keengganan Setjen dan Banggar untuk membuka detail anggaran proyek ini kepada publik justru menimbulkan semakin banyak kecurigaan. Menurutnya, upaya ini merupakan sandiwara agar proyek ini tidak terendus kebusukannya lebih banyak lagi. "Kalau kami lihat, anggota DPR saja banyak yang tidak tahu apalagi publik. Ini indikasi supaya permainan ini tidak terungkap lebih lebar lagi," katanya.
FEBRIYAN