TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Berry Nahdian Forqan, mengatakan hingga kini belum ada jalan keluar yang diberikan pemerintah bagi warga di Register 45, Mesuji, Lampung, yang tengah bersengketa soal lahan dengan PT Silva Inhutani. "Warga masih di tenda, mereka masih di sana," kata Berry saat dihubungi Tempo, Selasa, 24 Januari 2012.
Menurut Berry, satu-satunya solusi yang ditawarkan pemerintah adalah meminta warga Mesuji keluar dari lahan di Register 45. Permintaan itu dianggap tidak menyelesaikan permasalahan. "Kalau warga diusir, bagaimana dengan pekerjaan mereka? Itu juga tempat tinggal mereka," ujar Berry.
Sengketa lahan melibatkan penduduk setempat dengan PT Silva Inhutani di kawasan Hutan Tanaman Industri Register 45 Way Buaya, Mesuji, Lampung. Sengketa berkepanjangan itu berujung pada meninggalnya seorang warga Mesuji, Made Asta, pada 6 November 2010 lalu.
Mantan Kepala Kepolisian Daerah Lampung Inspektur Jenderal Sulistyo Ishak menyatakan pelaku penembakan yang mengakibatkan kematian Made Asta di kawasan Register 45, Mesuji, Lampung, adalah Brigadir Satu Septiawan. Pemeriksaan terhadap Septiawan, kata dia, sudah dilakukan. "Made Aste tewas ditembak Brigadir Satu Septiawan," kata Sulistyo ketika dihubungi Jumat, 20 Januari 2012.
Berry menilai pemerintah tidak serius memperhatikan nasib rakyat yang bertahan tinggal di tenda-tenda darurat di Register 45. "Pemerintah tidak beranjak dari kepentingan perusahaan.” Buktinya, kata Berry, pemerintah terus berdalih tidak bisa membatalkan keputusan lama tentang penggunaan lahan di Register 45. Menurut pemerintah, itu tanah negara dan dapat digunakan untuk berinvestasi.
Berry pun menduga ada permainan yang melibatkan pemerintah dan perusahaan dalam proses pemberian izin pengelolaan lahan di Register 45. "Kami meyakini itu. Kalau tidak, kenapa lahan itu tidak mudah untuk dikembalikan kepada rakyat," ujar dia.
PRIHANDOKO