TEMPO.CO, Jakarta -- Wali Kota Bekasi non-aktif, Mochtar Muhammad, belum mau melaksanakan eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia tidak datang ke kantor KPK untuk memenuhi jadwal eksekusi tersebut, hari ini.
Sirra Prayuna, kuasa hukum Mochtar Muhammad, mengatakan kliennya bukan menolak dieksekusi. Namun eksekusi oleh KPK tersebut dianggapnya telah melanggar ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sebab, kata Sirra, eksekusi seharusnya dilakukan ketika kubu terdakwa telah menerima putusan kasasi dari panitera pengadilan negeri tempat perkara tersebut divonis pertama kali. "Bukan menolak, kami justru akan menyerahkan diri ke KPK kalau memang sudah menerima salinan putusan tersebut," kata Sirra Prayuna di kantor KPK, Kamis 15 Maret 2012.
Sirra mengatakan kliennya siap menjalankan eksekusi KPK atas putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) dalam perkara korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Bekasi itu.
KPK sedianya mengeksekusi Mochtar pada Kamis pagi ini. KPK sudah mengirim surat eksekusi pada Rabu kemarin. Dalam suratnya tersebut KPK meminta Mochtar mendatangi kantor KPK pagi ini. Namun sampai siang ini Mochtar tak kunjung datang ke KPK.
Menurut Sirra, Mochtar ataupun tim kuasa hukum sampai sekarang belum mendapatkan salinan putusan itu. "Kami dari tim juga sudah mengecek ke Pengadilan Tipikor Bandung, juga belum ada salinan itu."
Mochtar Muhammad divonis bebas pada kasus korupsi APBD 2010 itu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung pada 11 Oktober 2011 lalu. Jaksa KPK kemudian mengajukan kasasi. MA mengabulkannya pada 7 Maret 2012 dengan membatalkan putusan Pengadilan Korupsi Bandung. Mochtar divonis 6 tahun penjara denda Rp 300 juta, serta membayar uang pengganti sebesar Rp 639 juta. Mochtar disebut terbukti secara sah melakukan korupsi secara bersama-sama dalam kasus APBD tersebut.
Mochtar dijerat empat kasus korupsi, yaitu suap Piala Adipura 2010, penyalahgunaan APBD Kota Bekasi, suap kepada Badan Pemeriksa Keuangan , dan penyalahgunaan anggaran makan-minum. Jumlah kerugian negara ditaksir mencapai Rp 5,5 miliar.
Politikus PDI-Perjuangan ini disebut telah menyuap anggota DPRD Bekasi sebesar Rp 1,6 miliar, menyalahgunakan anggaran makan-minum sebesar Rp 639 juta untuk memuluskan pengesahan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun 2010. Muchtar juga menyuap Rp 500 juta untuk mendapatkan Piala Adipura 2010, dan menyuap pegawai BPK senilai Rp 400 juta agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian.
Juru bicara KPK, Johan Budi SP, mengatakan eksekusi terhadap Mochtar dilakukan setelah KPK menerima putusan dari MA. KPK kemudian mengirimkan surat eksekusi pada Rabu kemarin dengan meminta Mochtar mendatangi kantor KPK Kamis pagi ini.
Muchtar berencana melakukan perlawanan jika tetap dieksekusi sebelum mendapatkan salinan putusan MA tersebut. Langkah itu akan ditempuh setelah upaya meminta penjelasan dari KPK tidak membuahkan hasil. "Ini adalah satu upaya hukum yang kami lakukan," ujar Sirra
RUSMAN PARAQBUEQ