TEMPO.CO, Jakarta - Lima perwakilan Gerakan #IndonesiaTanpaFPI mendatangi Mabes Polri untuk melayangkan somasi, Kamis, 10 Mei 2012. "Kami kecewa dengan polisi yang tidak tegas menindak kekerasan dari ormas yang mengatasnamakan agama," kata Dhyta Caturani, juru bicara Gerakan #IndonesiaTanpaFPI, ketika ditemui di Mabes Polri.
Dalam surat somasi, kata Dhyta, gerakan tersebut menyatakan kekecewaan atas peristiwa kekerasan yang baru-baru ini terjadi, antara lain di Gereja HKBP Filadelfia, Bekasi, serta pembubaran diskusi Irshad Manji di Komunitas Salihara, Jakarta, dan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Gerakan tersebut, kata Dhyta, bukanlah sebuah organisasi.
Dhyta mengatakan para simpatisan gerakan itu merupakan pengguna jejaring sosial media. Ia mengklaim kurang dari 24 jam sudah ada 1.210 nama yang mendaftar dalam somasi itu. Hingga saat ini, kata Dhyta, ia masih menerima nama-nama yang ingin bergabung.
Gerakan tersebut memberi waktu selama dua pekan kepada polisi untuk memperbaiki kinerja. Dhyta berharap polisi selalu melindungi kebebasan beribadah dan berpendapat setiap warga negara. Jika polisi membiarkan, Dhyta mengatakan akan ada somasi kedua. Jika somasi kedua juga diabaikan, Dhyta menuturkan akan dilakukan class action.
Menurut Dhyta, jika terjadi penyerangan, polisi seharusnya menghalau penyerang, bukan mengevakuasi korban seperti yang selama ini terjadi. Beberapa ormas yang dicantumkan Dhyta dalam somasi tersebut adalah FPI, Forkabi, dan FBR. "Kenapa polisi tidak meghalau penyerang, apakah takut?" ujar Dhyta.
MARIA YUNIAR