TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ahmad Yani, menganggap ada sikap yang bertentangan antara grasi bagi Scapelle Leigh Corby dan moratorium kasus narkotik Kementerian Hukum dan HAM. "Ini ada yang kontradiktif dan paradoks," kata Ahmad di pelataran gedung Rupatama, Mabes Polri, Kamis, 24 Mei 2012.
Ahmad menegaskan grasi merupakan hak prerogatif Presiden. Namun grasi bagi terpidana narkotik bertentangan dengan sikap Kementerian Hukum dan HAM. Kementerian mengeluarkan kebijakan moratorium bagi tindak pidana narkoba yang dianggap sudah sangat membahayakan.
Corby merupakan terpidana kasus narkotik di Lembaga Pemasyarakatan Denpasar, Bali. Ia divonis 20 tahun, namun diringankan menjadi 15 tahun oleh Presiden SBY.
Apalagi, kata Ahmad, Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana kerap sidak hingga menimbulkan kegaduhan, seperti insiden Groboban. Grasi bagi Corby, kata dia, tak seharusnya diberikan. Jika Presiden tetap memberikan, kata Ahmad, asas ekualitas harus diperhatikan. Para terpidana di Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur, serta Lembaga Pemasyarakatan Salemba, Jakarta Pusat, bisa dibebaskan pula.
Menurut dia, grasi tak sah diberikan. Apalagi Presiden SBY menggunakan alasan timbal balik agar Australia membebaskan ratusan warga negara Indonesia yang bermasalah hukum di Australia. Mereka adalah ratusan nelayan pelintas batas asal Indonesia. Nelayan tersebut, menurut Ahmad, beban Australia. Tanpa kasus Corby, Australia tetap mengupayakan mereka kembali ke Indonesia.
MARIA YUNIAR
Berita Terkait
Grasi Corby, SBY Bantah Ada Kesepakatan Australia
Politisi Golkar Nyatakan Grasi Corby Bisa Dicabut