TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2012 mengucurkan dana sebesar Rp 1,5 triliun untuk menanggulangi dampak semburan lumpur Lapindo, Sidoarjo. Anggaran tersebut digunakan untuk operasional Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).
"BPLS dibentuk pemerintah sebagai upaya menanggulangi semburan lumpur, menangani luapan lumpur, serta menangani masalah sosial dan infrastruktur akibal luapan lumpur Sidoarjo," kata Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Herry Purnomo, dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, Selasa, 24 Juli 2012.
Alokasi dari anggaran tersebut, kata Herry, digunakan untuk pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak. "Luar peta area terdampak yakni pada tiga desa, Desa Besuki, Desa Kedungcangkring, dan Desa Pejarakan," ujar Herry.
BPLS tahun anggaran 2012 ini, menurut Herry, sudah sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) UUD 1945. Alasannya, alokasi anggaran untuk kegiatan mitigasi penanggulangan semburan lumpur merupakan upaya pemerintah untuk digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Meskipun begitu, pemerintah juga tidak lupa mendesak pihak PT Lapindo Brantas untuk menyelesaikan tanggung jawabnya. "Mereka sudah diharuskan untuk menyelesaikan kewajiban dan tanggung jawabnya hingga tuntas," ujar Herry.
Baca Juga:
Di lain pihak, tim kuasa hukum pemohon, Taufik Budiman, menilai pemerintah merekayasa anggaran. Menurut dia, semburan lumpur lapindo bukan disebabkan faktor alam. Oleh karena itu, sepenuhnya tanggung jawab anggaran penanggulangan semburan lumpur Lapindo harus dilakukan oleh korporasi milih Aburizal Bakrie.
"Keyakinan pemohon ini jelas murni kesalahan operasional pengeboran. Kalau pun kemudian sudah ada dana yg dikeluarkan oleh negara, maka uangnya harus diminta kembali dari Lapindo," ujar Taufik.
AYU PRIMA SANDI