TEMPO.CO, Jakarta - Rieke Diah Pitaloka enggan berkomentar mengenai gugatan masyarakat Jawa Timur terhadap kasus Lumpur Lapindo. Para korban luapan lumpur panas tersebut mempermasalahkan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 tentang APBN Perubahan mengenai dana untuk lumpur Lapindo. Anggota Komisi Kependudukan, Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi itu menganggap sudah cukup berpendapat di dunia maya.
"Saya males, deh, kalau soal itu. Lihat di blog saya saja. Saya sudah mengomentari kasus itu semenjak lama," kata Rieke kepada Tempo, Rabu, 25 Juli 2012.
Menurut Rieke, sejak Presiden mengeluarkan putusan bahwa lumpur Lapindo adalah bencana alam yang harus mendapatkan bantuan dari pemerintah, sudah sewajarnya jika parlemen menyetujui adanya dana bantuan tersebut. "Presiden sudah berbicara seperti itu, kami hanya jalankan saja," kata dia.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center, Arif Nur Alam, khawatir alokasi anggaran negara untuk bencana lumpur Lapindo bisa menjadi preseden buruk. Sebab, perusahaan akan mudah lepas tanggung jawab jika terjadi bencana serupa. "Alokasi APBN untuk korban Lapindo menunjukkan negara bisa didikte oleh perusahaan," ujar Arif.
Arif juga menyoroti alokasi dana untuk korban Lapindo dalam APBN-P yang begitu saja diloloskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. "Waktu itu, kan, sedang membahas subsidi BBM, tiba-tiba pasal tentang korban Lapindo ini lolos," katanya.
Baca Juga:
ELLIZA HAMZAH