TEMPO.CO , Seoul: Ahad pagi, 19 Agustus 2012, tak ada suara takbir yang memanggil, tak ada aroma opor dan ketupat dipanaskan. Tapi hari ini adalah hari kemenangan bagi umat muslim untuk merayakan Idul Fitri. Di mana pun tempatnya, Idul Fitri menjadi perayaan untuk datangnya 1 Syawal.
Saya menikmati Idul Fitri tahun ini di masjid terbesar di Seoul, Itaewon Masjid. Dari penginapan di kawasan Euljiro-sam-ga, saya harus berpindah kereta bawah tanah satu kali untuk mencapai Itaewon. Perjalanan makan waktu kurang lebih 20 menit dan tentunya dapat tempat duduk.
Baca Juga:
Sampai di Stasiun Itaewon, ternyata sudah ada beberapa umat muslim dari negara lain yang mempunyai tujuan sama. Kami berjalan beriringan, menuju masjid dengan sesekali berpandangan tanpa bicara.
Dekat masjid, ada pemandangan yang menarik. Sebuah klub malam baru saja usai menggelar pesta semalam suntuk. Rombongan pria dan wanita sempoyongan berjalan pulang, berpapasan dengan kami yang hendak beribadah.
Itaewon, selain dikenal sebagai pusat Islam di Seoul, memang kawasan hiburan utama wisatawan asing. Bahkan kalau malam, jalur menuju masjid biasanya dipenuhi oleh para wanita panggilan. Sejumlah klub, bar dan kafe-kafe, berjejal di kanan kiri. Baru sekitar 50 meter menjelang masjid, pemandangan berubah. Ada pusat makanan halal, toko buku Islam hingga biro haji dan umroh.
Pagi ini toko-toko dan bar masih tutup. Saking banyaknya umat Islam yang berjalan menuju masjid, kawasan Itaewon seperti berubah bak kawasan pesantren. Banyak pria berpeci, berjubah dan berkoko tentunya, memadati jalanan. Di sela-sela mereka ada perempuan dengan aneka model jilbab sesuai negaranya.
Sholat Iedul Fitri sebenarnya dimulai pukul 10.00 WIB. Tapi mengantisipasi tempat salat yang mungkin padat, saya datang sedini mungkin. Benar saja, ketika tiba pukul 07.30 pagi, masih banyak tempat yang kosong. Tapi menjelang pukul 9 pagi, masjid sudah penuh. Susah sekali untuk mendapat tempat salat barang satu shaf, apalagi untuk kaum perempuan.
Sebenarnya ada dua bagian salat untuk perempuan. Tapi karena minimnya informasi, jamaah perempuan jadi berkumpul di satu titik. Akibatnya, daerah yang seharusnya jadi teras pun disulap menjadi tempat salat.
Salat Ied dimulai tepat pukul 10 pagi dan selesai 10 menit kemudian. Tak ada ceramah, tak ada khotbah. Usai salat, imam hanya membaca doa dan jamaah pun kemudian saling bersalaman. Ada sedikit pembagian susu dan kue, tapi hanya tersedia untuk jamah pria. Kami yang perempuan tak kebagian.
Meski tak ada ketupat dan opor ayam, usai salat, semua bersilaturahim. Seluruh bangsa berkumpul dan saling berucap selamat. Rasa asing Lebaran di Seoul pun sirna.
DIANING SARI
Berita Terpopuler:
Diajak Sungkeman, Cucu SBY Malah Ngumpet
Ada Spanduk Dukungan Foke di Tempat Pemakaman
Pos Polisi Solo Kembali Diserang
Guru SD Unggah Foto Telanjang di Facebook
Hasil Lengkap Pertandingan Liga Inggris
Djan Faridz dan Fauzi Bowo Akur di Istana
Warga Diminta Tenang, Target Penembakan Adalah Polisi
Polisi Telusuri Kelompok Sakit Hati
Boediono Kunjungi Mega, Open House Bubar
Kumbang Hidup di Telinga Perempuan Ini 3 Tahun