TEMPO.CO, Jakarta - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) meminta agar penyaluran dana bantuan sosial (Bansos) diatur ulang. Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi menilai selama ini penyaluran dana Bansos bermasalah.
"Bansos sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Tapi selama ini penyalurannya selalu bermasalah. Ini yang harus segera diselesaikan," kata Uchok saat dihubungi, Rabu, 22 Agustus 2012.
Pemerintah kembali menaikan dana Bansos dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2013 menjadi Rp 59 triliun, naik sekitar Rp 4 triliun dari anggaran 2012.
Dana Bansos tersebut akan disalurkan untuk dana penanggulangan bencana alam sebesar Rp 4 triliun dan bantuan melalui kementerian atau lembaga terkait sebesar Rp 55 triliun.
Menurut Uchok, salah satu penyebab penyaluran dana Bansos bermasalah adalah keterlibatan Dewan Perwakilan Rakyat ikut sebagai eksekutor. Menurut dia, kementerian atau lembaga terkait yang punya kewenangan menyalurkan dana Bansos bahkan harus mendapatkan rekomendasi dari dewan.
"Dewan kerap ikut-ikutan. Padahal itu assessment-nya ada di kementerian terkait. Dari sini datang modus proposal fiktif. Dewan seharusnya cukup melakukan pengawasan saja," kata Uchok.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat jumlah dana Bansos 2007 sampai 2011 mencapai Rp 300 triliun. Nilai dana bantuan melonjak 100-200 persen menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Angka itu kembali meningkat 100 sampai 200 persen pada tahun berikutnya.
Dana Bansos belakangan menjadi persoalan penting. Selain jumlahnya besar, daftar penerimanya beragam dan banyak. Ironisnya, dana tersebut tak semuanya sampai ke penerima. Selain proposal yang diduga fiktif, alamat penerima dana diduga tak jelas.
Sejumlah daerah, misalnya Sulawesi Selatan dan Banten, menghadapi masalah ini. Akibatnya, sejumlah pejabat diadili karena dugaan penyelewengan penyaluran dana bantuan sosial.
ANGGA SUKMA WIJAYA