TEMPO.CO, Jakarta - Rijsttafel menjadi menu andalan di restoran Oasis yang terletak di Jalan Raden Saleh, Jakarta.
Sebenarnya rijsttafel bukan sebuah nama makanan, melainkan cara makan yang pertama kali muncul saat era kolonial Belanda. Arti kata itu mungkin sederhana, yakni meja nasi. Tapi menu yang terhidang lebih dari nasi.
Di Oasis, setiap tamu yang memesan mendapat selusin jenis makanan yang berbeda. Jadi tamu membutuhkan waktu cukup lama untuk mengkonsumsi semua.
General Manager Oasis Restaurant O'om Mucharam Endi mengatakan, saat masa kolonial, menunya bisa sampai 40 macam. Semuanya dalam 40 piring dan dihidangkan oleh 40 pelayan.
“Jadi, di samping meja makan orang kaya Belanda dulu, bisa berjejer pelayan bawa makanan,” katanya kepada Tempo beberapa waktu lalu.
Makanan yang tersaji sebenarnya sangat sederhana. Ada nasi, sate, ayam goreng atau panggang, opor daging, rendang, kerupuk, sambal, tempe, dan tahu.
Sepintas makanan itu terlihat seperti menu makan di warung Tegal atau restoran Padang biasa. Tapi, O’om mengatakan, Oasis memiliki kelebihan dalam penyajiannya.
Pertama, pelayan yang mengantar 12 makanan adalah perempuan semua. Mereka akan berdiri sepanjang waktu makan sambil memegang piring. Kalau tamu ingin memakan makanan yang tersaji di salah satu piring, sang pelayan akan maju dan mempersilakan tamu mengambilnya.
Cara ini merupakan kebalikan dari rijsttafel aslinya, yang hanya memakai pelayan laki-laki alias jonges—pemicu kata jongos.
Perempuan menjadi pilihan, kata O’om, karena bisa membuat suasana lebih nyaman dan seperti di dalam rumah. Kenyamanan ini juga ditunjang oleh bangunan restoran yang bergaya kolonial klasik.
Bentuknya kotak dengan dua lantai dan jendela-jendela yang melengkung. Dindingnya berwarna putih. Balok-balok kayu jati terbentang menyangga di atap. Pemilik rumah ini awalnya seorang yang kaya, pemilik perkebunan, bernama F. Brandenburg van Oltsende.
Kedua, kelebihan dari restoran ini adalah soal tampilan. O’om mengatakan dibutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk menyempurnakan penampilan makan rijsttafel yang modern dan bisa diterima oleh tamu asing. “Sembilan puluh persen tamu kami orang bule,” katanya. Trial and error mereka lakukan, sampai terciptalah enam jenis menu rijsttafel. Secara bergantian, menu itu mereka pakai untuk satu minggu. Intinya, harus ada nasi, ayam, daging, hidangan laut, sambal, dan menu penutup.
Terakhir, tentu saja rasa. Tim dapur Oasis lebih mengutamakan memakai rempah-rempah alami tanpa penyedap rasa instan. Misalnya, pada sate, tidak terlalu pedas, dagingnya empuk, dan rasa gurih kuah kacangnya lebih ditonjolkan. Mereka juga memperhatikan soal warna. Ada hijau gado-gado, kuning dari nasi, merahnya sambal, dan putih oseng-oseng taoge dan tahu. “Jangan sampai yang terlihat cokelat semua,” kata O’om.
SORTA TOBING
Berita terpopuler lainnya:
Politikus PDIP Akui Sebarkan Pesan Berantai Kebakaran
Marzuki Alie Minta Warga Terima Pemimpin Non Muslim
Soal Kebakaran, Tim Foke-Nara Laporkan Politisi PDIP
Selebaran Megawati, Tim Jokowi-Ahok Cuek
Rusuh Sampang, Gubernur Diminta Tanggung Jawab
Tim Jokowi Minta Polisi Usut Video Koboy
Ibunda Pemimpin Syiah Sampang Kritis
Sepuluh Rumah Penganut Syiah Sampang Dibakar
Sebagai Ketua DPR, Marzuki Kampanyekan Foke-Nara
Bentrok Sampang, Djoko Suyanto Salahkan Ulama