TEMPO.CO, Jakarta- Terduga teroris Muchsin Sanny Permadi, 20 tahun, dikenal sebagai pemuda yang ramah. Selain selalu menyapa, Muchsin juga tak pelit memberi senyuman. "Anaknya baik sekali," kata Ani, tetangga Muchsin di kawasan Condet, Jakarta Timur, Senin, 3 September 2012, malam.
Muchsin kerap diejek kawan-kawan mainnya karena sekolah di pesantren. Pun karena kebiasaannya yang tak sungkan untuk membantu orang tuanya untuk menggendong adiknya. "Muchsin tidak pernah marah saat diledek teman-temannya," kata Ani lagi.
Hendro, tetangganya yang lain, mengakui Muchsin termasuk sosok yang agak membatasi pergaulannya. Namun, dia tetap ramah.
Dia mengatakan, Muchsin sesekali berkumpul dengan teman-teman sebayanya. Tapi tak pernah terdengar di telinganya kata-kata kasar dari Muchsin. "Apa lagi setelah lulus pesantren, tambah terlihat alim," kata Hendro.
Para tetangga itu mengaku kaget saat mendengar kabar bahwa Muchsin adalah terduga teroris yang terlibat baku tembak dengan anggota Detasemen Khusus 88 Anti Teror di Solo, Jumat lalu. Beberapa berharap ada kesalahan pemberitaan atau kasus salah tembak.
Muchsin sendiri anak kedua dari tiga bersaudara. Ayahnya bernama Muslim Sanni Assdiqie. Ibu kandungnya, Ani Yusmardiah, telah meninggal saat Muchsin masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Usai lulus SMP, Muslim melanjutkan sekolah di Pesantren Ngruki, Solo. Setelah lulus pesantren, kata Ani, Muchsin mengatakan dirinya bekerja di sebuah rumah makan. Namun, ketika pamit kembali ke Solo usai libur Lebaran lalu, Muchsin izin kepada Muslim bekerja di sektor perikanan.
RAFIKA AULIA
Berita Populer:
Jokowi: Ada Instruksi Agar Yang di Sana Itu menang
83 Persen Melawan 17 Persen,Jokowi Yakin Menang
Kang Jalal pun Diancam Mati
Kisah Kang Jalal Soal Syiah di Indonesia(Bagian 2)
Indonesia Pemilik Pertama Super Tucano di ASEAN
Cerita Jalaluddin Rakhmat Soal Syiah Indonesia (Bagian I)