TEMPO.CO, Jakarta–Rencana penyelenggaraan konferensi tembakau, World Tobacco Asia, untuk kedua kalinya di Indonesia pada 19-21 September dianggap melecehkan Indonesia. Penilaian itu tertuang dalam situs resmi World Tobacco Asia (WTA), yang menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara yang ramah rokok.
"Negara lain memprotes keras penyelenggaraan WTA. Kok malah di sini diadakan dua kali. Ini kan berarti pelecehan, seakan negeri ini asbak dunia," ujar Adrianna Venny, Koordinator Jaringan Perempuan Peduli Pengendalian Tembakau (JP3T), saat dihubungi Rabu 12 September 2012.
Dia menjelaskan, dalam situs WTA disebutkan Indonesia adalah negara paling berkembang di dunia dalam industri rokok. Indonesia menempati posisi kelima pasar rokok dunia dengan 30 persen dari 248 juta jiwa penduduknya merokok.
Kelompok JP3T juga menilai penyelenggaraan konferensi di Jakarta sebagai kemunduran. Pemerintah bisa dianggap teledor dengan membiarkan konferensi itu berlangsung. "Kami yang tergabung dalam JP3T mendesak Presiden SBY untuk melarang segala kegiatan mempromosikan Indonesia sebagai pasar rokok dunia," kata Venny.
Ketimbang mengizinkan konferensi WTA, Venny menyarankan agar Presiden menandatangani dan menjalankan Kerangka Kerja tentang Konvensi Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control). "Perlu langkah konkret pemerintah untuk melindungi bangsa ini dari bahaya konsumsi tembakau dan paparan asap rokok," katanya.
Lemahnya peraturan tentang pengendalian tembakau, menurut catatan JP3T, telah membuat jumlah perokok anak meningkat enam kali lipat dan perokok perempuan naik empat kali lipat. Bahkan jumlah perempuan dan anak yang terpapar rokok kini mencapai 163,9 juta orang.
Baca Juga:
Sebaliknya, pengusaha rokok menganggap wajar jika WTA diadakan di Indonesia. "Secara historis di sini ada basis industri dan petani tembakau dari dulu, jadi merupakan hal yang wajar kalau Indonesia dipilih sebagai negara penyelenggara," kata Hasan Aoni Azis, Corporate Communication Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia.
Meskipun demikian, Hasan mengakui perhelatan produk tembakau ini tidak menggandeng pengusaha rokok lokal Indonesia. "Tidak ada satu pun anggota Gappri yang berasosiasi dengan penyelenggara WTA," kata dia.
Global Adult Tobacco Survey kemarin merilis hasil penelitiannya yang menyebutkan bahwa jumlah perokok di Indonesia mencapai 61 juta orang atau 34,8 persen dari total penduduk. Atas hasil penelitian ini, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan negara patut malu karena dikalahkan industri rokok.
ARYANI KRISTANTI | GADI MAKITAN
Berita lain:
Inilah Daftar 10 Universitas Terbaik di Dunia 2012
Negara Ini Menolak untuk Jualan Coca-Cola
Dahlan Iskan Sempat Diinfus di Bandara
Baral, Pemutaran Film Kontroversi tentang Islam
7 Pantangan Sebelum Tidur