TEMPO.CO, New York - Harga minyak mentah berjangka pada perdagangan semalam berbalik turun menjelang pasar tutup karena investor dilanda spekulasi akan dirilisnya cadangan minyak strategis.
Harga minyak sebelumnya bergerak datar karena adanya tarik-menarik dari kekhawatiran geopolitik dan aksi ambil untung setelah naik tajam hingga menembus level US$ 100 per barel pekan lalu.
Harga minyak jenis Light Sweet untuk kontrak bulan Oktober ditutup turun US$ 2,38 (2,4 persen) menjadi US$ 96,62 per barel di Bursa Komoditas New York (NYMEX). Ini merupakan penurunan tajam setelah naik dalam dua hari sebelumnya.
Menurut data FactSet, harga minyak pada perdagangan Senin waktu setempat, 17 September 2012, turun US$ 4 dalam 20 menit menjelang pasar tutup, bahkan sempat menyentuh level rendahnya hingga ke US$ 94,65 per barel.
CME, yang memiliki Nymex, mengatakan, tidak ada masalah teknis yang mengakibatkan penurunan tajam. Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan, “Semua opsi tetap di atas meja, tetapi tidak ada niat untuk mengumumkan pada saat ini.”
Harga minyak telah membukukan keuntungan dalam beberapa minggu sebelumnya dan sempat menembus US$ 100 per barel karena kekhawatiran kerusuhan di Timur Tengah dan Afrika Utara bisa mengganggu pasokan. Protes terhadap film anti-Islam terus berlangsung minggu ini sehingga menyulut demonstrasi di Kedutaan AS maupun negara Barat lainnya di wilayah tersebut.
Perselisihan antara Jepang dan Cina atas kepulauan di Laut Cina Timur memanas hingga hari ini dan terjadi protes anti-Jepang di Cina. “Ada ketegangan geopolitik di semua tempat,” kata Bill O’Neill dari Logic Advisors di New Jersey. "Kecemasan terhadap perkembangan geopolitik masih membatasi sisi negatif yang bisa menyeret harga minyak turun.”
Harga minyak terus begerak naik hingga ke US$ 100 per barel karena spekulasi permintaan akan meningkat setelah adanya stimulus pendorong perekonomian. “Saya rasa ini belum mencapai puncaknya, kecuali ada koreksi yang signifikan di bursa saham. Harga minyak masih akan kembali menguat hingga di atas US$ 100 per barel,” kata O’Neill.
Analis dari Commerzbank mengatakan, saat ini, risk appetite cukup kuat seiring meningkatnya eskalasi di Timur Tengah sehingga bisa memicu kenaikan harga minyak dengan cepat. “Kenaikan harga minyak juga didukung pernyataan Menteri Perminyakan Iran yang mengatakan harga minyak bisa menuju ke US$ 150 per barel, melihat situasi pasar saat ini,” katanya.
Harga minyak pemanas turun 8 sen (2,4 persen) menjadi US$ 3,16 per galon. Ini merupakan penurunan satu hari terbesar dalam persen sejak 23 Juli. Harga bensin turun 7 sen (2,3 persen) ke US$ 2,94 per galon. Penurunan ini juga yang terbesar sejak 1 Juni lalu.
Demikian pula dengan harga gas alam, juga merosot 8 sen (2,7 persen) menjadi US$ 2,87 per mBTU. Ini merupakan harga terendah gas alam sepanjang minggu ini.
MARKETWATCH | VIVA B. KUSNANDAR