TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) mengaku terus berupaya memperkecil potensi penyelewengan penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir mengatakan, pihaknya kini tengah berupaya memantau distribusi penyaluran BBM bersubsidi dari depot ke stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Menurut dia, tidak sulit mengetahui adanya penyelewengan BBM bersubsidi dalam jumlah banyak. Pola penyelewengan BBM bersubsidi biasanya berefek pada terjadinya kelangkaan di suatu daerah atau habisnya volume BBM subsidi di SPBU dalam waktu cepat.
“Sifat konsumsi BBM ini seperti balon karena konsumsinya tetap. Balon itu kalau dipencet di satu titik maka titik lain akan menggelembung. Sama seperti BBM subsidi: kalau ada penyelewengan maka pasti akan terjadi kelangkaan atau antrian di SPBU,” jelas Ali kepada Tempo, Kamis, 20 September 2012.
Untuk mencegah penyelewengan BBM subsidi secara besar-besaran, Pertamina mulai melakukan beberapa langkah pengawasan, diantaranya menggunakan sistem POS (Point of Sales) yang berfungsi memastikan penyaluran BBM Subsidi di SPBU tepat jumlah dan tepat sasaran.
Selain itu, Pertamina juga memasang alat GPS tracking untuk memantau penyaluran BBM subsidi dari depot sampai ke SPBU. Alat ini sudah mulai digunakan di beberapa wilayah Jabodetabek dan uji coba di Jawa Timur. “Jadi kalau ada BBM subsidi yang tidak disalurkan dari depot ke SPBU akan ketahuan. Tapi ini butuh waktu bertahap karena ada nilai investasinya besar,” kata dia.
Selain upaya tersebut, lanjutnya, Pertamina juga menyediakan SPBU mobile khusus di daerah pertambangan dan perkebunan, sehingga tidak ada alasan kendaraan tersebut mengkonsumsi BBM bersubsidi. Mobil pertambangan dan perkebunan memang telah dilarang untuk menggunakan BBM bersubsidi. SPBU mobile disediakan di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Palembang.
Dia menambahkan, pengawasan penyaluran BBM bersubsidi harusnya menjadi tanggung jawab semua pihak. Pertamina, kata dia, sependapat penyelewengan harus dicegah dan ditindak dengan memberikan sanksi.
“Kalau Pertamina menerima laporan akan kami lakukan klarifikasi dan kroscek. Prosedur di Pertamina sanksinya mulai dari skorsing berupa penghentian jatah BBM subsidi untuk beberapa waktu, hingga pemutusan hubungan usaha sesuai kesepakatan yang ada,” jelasnya.
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menemukan 396 kasus penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sepanjang Januari hingga Agustus 2012. Dari temuan tersebut terdapat barang bukti 1 juta liter dengan perkiraan nilai barang bukti Rp 8,92 miliar. Penyalahgunaan paling besar berada di Palembang, Kalimantan Timur, Lampung, Surabaya, dan Batam. Modusnya adalah pembelian ke SPBU atau titik serah di laut dari kapal ke kapal.
ROSALINA
Berita Terpopuler:
Korban Kebakaran Tak Akan Coblos Calon Lain
Penyebar Selebaran Isu SARA Jadi Tersangka
Tetangga Nara Mantap Pilih Jokowi
New York Times Soroti Pencalonan Joko Widodo
Ini Dialog yang Dimanipulasi dalam Film Anti-Islam