TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah merombak Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional. Draf rancangan yang sebelumnya terdiri dari 60 pasal dikurangi menjadi 55 pasal.
Pengurangan itu dilakukan karena ada lima pasal yang bertabrakan dengan undang-undang yang sudah ada, yakni UU Intelijen, UU Penanganan Konflik Sosial, UU Kepolisian Republik Indonesia, UU Tentara Nasional Indonesia, dan UU Keterbukaan Informasi Publik.
"Ini merupakan penyesuaian karena, misalnya, ketika RUU Keamanan Nasional dibuat, ketika itu UU Intelijen dan UU Penanganan Konflik Sosial belum jadi. Setelah jadi, ya ada penyesuaian, sehingga antar-undang-undang tidak bertentangan. Undang-undang kan tidak boleh bertentangan," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro usai menyerahkan draf RUU Keamanan Nasional terbaru ke Panitia Khusus RUU Keamanan Nasional, Rabu, 23 Oktober 2012.
Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsudin, yang ikut menyerahkan draf terbaru itu, memberi kesempatan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan publik untuk membaca draf terbaru dengan teliti. Ia bahkan mengajak wartawan meluangkan waktu sehari untuk diskusi terbuka soal rancangan itu.
"Silakan baca saja terlebih dahulu. Saya yakin anggapan sebelumnya bahwa RUU ini menabrak undang-undang lain yang berlaku, sudah tidak demikian lagi," kata Amir.
Purnomo juga menegaskan pembahasan rancangan undang-undang antara pemerintah dengan DPR selalu terbuka dan bukan harga mati. "Di dalam RUU ini bukan pasalnya pemerintah," kata Purnomo.
MUHAMAD RIZKI
Berita lain:
Jokowi: Obligasi Apa Sih? Wong Duit Banyak
Jokowi Pergoki Lurah dan Camat yang "Nakal"
Retribusi Rusunawa Naik setelah Dikunjungi Jokowi
Dilamar Bakrie, Ini Jawaban Pramono Edhie
Basuki ''Ahok'' Ingin Pasar Rumput Bagaikan