TEMPO.CO, Bandung - Direktur Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk, Santosa menilai keputusan Amerika Serikat yang menolak minyak sawit mentah (CPO) asal Indonesia sebagai sebuah strategi dagang negara penghasil kedelai tersebut. "Amerika ini tidak menggunakan CPO sama sekali, tapi pura-pura menolak. Mereka pakai saja tidak tapi menolak. Jadi ini strategi dagang saja," kata Santosa dalam workshop Grup Astra di Bandung, Jumat, 2 November 2012.
Penolakan produk minyak sawit oleh Amerika berlaku mulai 28 Januari 2012. Penghentian ini karena Amerika menilai minyak sawit produksi Indonesia tidak ramah lingkungan. Menurut Santosa, strategi dagang ini dilakukan karena Amerika sebagai penghasil kedelai --termasuk produk turunannya-- tidak ingin kehilangan pasar.
Menurut ia, konsumsi Amerika atas CPO sangat minim. Cina, sebagai penghasil kedelai utama bersama Amerika ternyata masih kekurangan pasokan minyak nabati karena jumlah populasi penduduknya yang sangat tinggi. Karena itu, Cina harus mengimpor produk minyak sawit mentah. Santosa menilai Amerika tak ingin kehilangan pasar minyak nabati karena Indonesia memasok CPO ke Cina.
"Mereka takut bersaing makanya bilang tidak sehat dan tidak ramah lingkungan," katanya. Padahal, selama lahan sawit yang dibuka sesuai analisa dampak lingkungan, maka berarti tidak ada masalah lingkungan hidup.
Di masa mendatang, Santosa mengusulkan agar Indonesia sebagai produsen CPO memiliki standar sertifikasi mengenai lahan sawit. Hal ini untuk menghindari klaim mengenai standar lingkungan yang berbeda-beda dari negara lain. "Kita minta ada standar sendiri ISPO (International Organization for Standarization)," katanya.
Produksi minyak sawit mentah (CPO) Astra Agro pada periode Januari-September 2012 naik 11,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada 9 bulan pertama tahun lalu produksi CPO anak usaha Grup Astra ini mencapai 930,8 ton sementara tahun ini produksi mencapai 1.035,2 ton. Harga jual CPO turun 0,5 persen pada Januari-September 2012, dari Rp7.776 per kg pada 2011 menjadi Rp7.739 per kg.
Capital expenditure perusahaan sampai September 2012 melonjak 39,5 persen dari Rp1,3 triliun menjadi 1,89 triliun. Pendapatan perusahaan naik 8,1 persen, dari Rp 7,9 triliun pada Januari-September 2011 menjadi Rp 8,5 triliun pada periode yang sama tahun ini. Laba bersih perusahaan turun 10 persen, dari Rp1,8 triliun tahun lalu menjadi Rp1,7 triliun tahun ini.
ANANDA W. TERESIA
Berita Terpopuler:
Angelina Sondakh Akui Pertemuan di Kemenpora
Dahlan Serahkan Daftar ''Pemeras'' BUMN Senin
Bentrokan Lampung Selatan Dipicu Pelecehan Seksual?
Penyidik KPK yang Mundur Bertambah 3 Orang
Kontras: Intimidasi ke Penyidik KPK yang Mundur