TEMPO.CO, Banyuwangi - Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur Ony Mahardika mengatakan pemerintah seharusnya melarang pertambangan tradisional beroperasi di kawasan hutan blok Gunung Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi. Adanya pertambangan tradisional telah mengubah cara hidup masyarakat yang semula bertani dan melaut.
"Mereka berpikir, dengan mencari emas, lebih cepat dapat uang," katanya ketika dihubungi Tempo, Jumat, 9 November 2012.
Padahal, menurut Ony, dunia pertambangan berumur pendek. Bila emas sudah terkuras habis maka warga tidak akan memiliki mata pencarian. "Sementara lingkungan sudah telanjur rusak," katanya.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi berencana melegalkan pertambangan tradisional di bawah pengelolaan PT Indo Multi Niaga (IMN). PT IMN merupakan perusahaan pemegang kuasa eksplorasi pertambangan emas di Gunung Tumpang Pitu.
Sedikitnya, ada 1.000 penambang yang beroperasi di lahan konsesi milik PT IMN seluas 2,5 hektare. Pemerintah kabupaten membatasi aktivitas pertambangan tradisional, dengan melarang penambang dari luar daerah masuk.
Ony mengatakan, baik pertambangan tradisional maupun yang dikelola perusahaan modern, punya potensi yang sama dalam merusak lingkungan. Apalagi, pertambangan tradisional juga disokong oleh cukong-cukong berduit.
Salah satu penambang tradisional, Gofur, 40 tahun, meminta Pemerintah Kabupaten Banyuwangi untuk melegalkan aktivitas mereka. Sebab, adanya pertambangan tersebut telah memberikan lapangan kerja buat warga sekitar. "Lebih baik kami dilegalkan saja," katanya.
Menurut Gofur, dia telah mencari emas sejak 2010 dan berhasil mendapat 1,7 kilogram emas. Setelah dijual ke pengepul, Gofur menerima bagian Rp 17 juta.
IKA NINGTYAS
Berita Lainnya:
Elang Jawa Akan Dilepasliarkan di Gunung Slamet
Beri Nama Orangutan, Dapat Hadiah Televisi
Mamalia Purba Transylvania Ini Mirip Drakula
Ternyata Singa Juga Ada yang Waria
Lumba-Lumba Mampu Mengingat Bahaya Selama 15 Hari