TEMPO.CO, Pretoria - Wanita telah lama menjadikan macho sebagai kriteria saat memilih calon pasangan hidup. Namun, apakah pria macho masih relevan bagi wanita masa kini? Sebuah penelitian terbaru menunjukkan berat badan menjadi faktor daya tarik yang lebih kuat ketimbang sosok macho.
Fitur macho, seperti rahang kuat dan sorot mata tajam, selalu dikaitkan dengan kadar testosteron yang tinggi. Ini sesuai dengan hipotesis imunokompetensi cacat. Teori ini menyebutkan kadar tinggi hormon maskulin justru mengganggu sistem kekebalan tubuh pria. Oleh karena itu, pria macho harus ekstra fit untuk mencegahnya sakit atau menjadi cacat.
Namun, menurut Vinet Coetzee dari Universitas Pretoria di Afrika Selatan, wanita masa kini tidak lagi melihat fitur macho sebagai penanda kekebalan tubuh pria. "Berat badan menjadi petunjuk jelas tentang kesehatan dan kekebalan tubuh seorang pria," ujar ilmuwan postdoktoral ini, Jumat, 30 November 2012.
Coetzee mengatakan, maskulinitas bukanlah faktor paling menarik bagi seluruh wanita. Fitur macho juga tidak serta-merta konsisten dengan kesehatan fisik yang baik.
Lain halnya dengan berat badan, yang secara konsisten berkaitan dengan kesehatan dan fungsi sistem imun. Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Proceeding of Royal Society B, pria yang terlalu gemuk atau kurus lebih cenderung memiliki masalah kesehatan dan fungsi imun yang buruk.
Dalam penelitiannya, Coetzee memotret 69 relawan pria Kaukasia. Dia juga mengukur kadar lemak dan testosteron pria-pria tersebut. Sebanyak 65 persen relawan memiliki berat badan normal, 4 persen kurus, dan 30,4 persen kelebihan berat badan atau obesitas.
Respons sistem imun para relawan juga diukur dengan tes darah pada sebelum dan setelah mereka disuntik vaksin Hepatitis B. Pria dengan respons imun yang kuat menunjukkan produksi antibodi lebih banyak setelah disuntik vaksin. Antibodi adalah protein yang mengenali dan membantu menetralkan benda atau zat asing yang masuk ke tubuh.
Selanjutnya, 29 relawan wanita heteroseksual diminta melihat foto-foto wajah dan tubuh pria itu secara terpisah. Para wanita, semuanya berkebangsaan Latvia, harus menilai daya tarik pria dalam tiap foto. Coetzee memastikan seluruh relawan wanita berada di masa subur dari siklus menstruasi mereka.
Dia juga meneliti kelompok terpisah yang terdiri dari 20 pria dan wanita Finlandia heteroseksual. Mereka diminta meranking tingkat maskulinitas pria. Sedangkan 14 wanita Latvia lainnya harus menilai kadar kegemukan wajah pria (adipositas). Adipositas berkaitan dengan respons antibodi dan daya tarik.
Hasilnya, pria berwajah tembem dipandang memiliki sistem imun yang buruk sekaligus kurang menarik bagi wanita subur. Analisis statistik juga menunjukkan maskulinitas tidak terkait dengan respons imun atau daya tarik tubuh atau wajah. Ini bertentangan dengan teori imunokompetensi cacat.
"Berat badan seseorang berfungsi sebagai indikator yang lebih baik tentang respons imun dan daya tarik ketimbang maskulinitas," kata Coetzee. Menurut dia, wanita Latvia lebih mempertimbangkan berat badan dalam penilaian bawah sadar mereka tentang kesehatan dan kekebalan tubuh seorang pria.
Temuan lain yang cukup mengejutkan adalah kadar testosteron lebih terkait erat dengan berat badan dibanding penampilan macho. Ini melengkapi penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa warna kulit, tanda lain dari kesehatan, lebih menarik bagi wanita daripada wajah macho.
"Penelitian ini sebagai batu loncatan untuk menguji populasi yang berbeda menggunakan cara mengukur respons imun yang lebih beragam," ujar Coetzee.
LIVESCIENCE | MAHARDIKA SATRIA HADI
Tekno Populer:
Selamatkan Situs Gunung Padang!
Bagaimana Citra DNA di Bawah Mikroskop?
Hilangnya Masyarakat Zaman Batu di Sulawesi Tengah
@TrioMacan2000 Mengaku Kunjungi Rohingya
RIM Istimewakan Aplikasi Lokal di BB 10