TEMPO.CO , Jakarta - Beberapa orang berhasil menurunkan berat badan mereka dan menjadi sehat kembali. Caranya bermacam-macam. Ini cerita dari salah satunya, Florencia Yoke, 34 tahun.
“Diet itu tidak rumit, dan semua orang bisa melakukannya,” kata Yoke, pemenang program penurunan berat badan di sebuah stasiun televisi swasta, membuka perbincangan dengan Tempo, Kamis lalu. Yoke berhasil menurunkan berat badannya dari 83 kilogram menjadi 58 kilogram.
Bobot Yoke mulai naik menggila sejak punya anak pada 2005. Setiap hamil, berat badan ibu dua anak itu rata-rata naik sekitar 20 kilogram. Beratnya hanya turun sekitar 10 kilogram setelah melahirkan, terutama saat menyusui. Tapi, setelah itu, bobotnya naik lagi. Sampai mencapai lebih dari 80 kilogram. Padahal, sejak usia remaja hingga menikah, bobot perempuan dengan tinggi 165 sentimeter ini cukup stabil, berkisar 58-60 kilogram.
Yoke tak tahu penyebab dia menjadi gemuk. Yang jelas, setelah badannya menjadi jumbo, dia terbentur sejumlah persoalan. Dia kesulitan mencari baju yang sesuai. Baju dari desain lokal hingga ukuran baju impor yang paling ekstra sekalipun sulit pas dengan ukuran tubuhnya. Yoke juga mudah lelah. “Sedikit-sedikit berbaring, kelelahan. Lari sedikit ngos-ngosan,” ujarnya.
Lalu, saat bersanding dengan sang suami, kadang Yoke kurang pede. Berjalan dengan suaminya, yang berperawakan kecil dan tampak awet muda, dia kerap dikira tante-tante. Belum lagi ledekan dari teman-teman suaminya.
Sebetulnya, beragam cara menurunkan berat badan telah dia coba, dari tidak makan malam hingga diet versi sendiri. Bobot Yoke memang berhasil turun beberapa kilogram. Tapi itu tak bertahan lama. Seminggu, dia sudah bosan, beratnya kembali lagi ke bobot semula. Sempat bertahan satu bulan, tapi tidak ada yang berhasil mempertahankan penurunan berat badan dalam jangka panjang.
Hingga suatu hari dia melihat iklan lomba menurunkan berat badan yang digelar sebuah stasiun televisi swasta di Jakarta. “Saya bukan sekadar mengejar hadiah, tapi ingin hidup sehat dalam jangka panjang,” katanya.
Sepanjang tiga bulan, Yoke menyesuaikan diet yang disarankan dokter gizi dengan kehidupannya sehari-hari. Misalnya, dalam program itu disarankan untuk meninggalkan gula, meminimalkan konsumsi susu dan karbohidrat, serta berolahraga lima kali seminggu. Ini sangat sulit dia lakukan. “I love coffee to much, jadi gula sama sekali tidak mungkin dihilangkan,” ujarnya. Apalagi dia sering kumpul-kumpul dengan temannya. Yoke tidak bisa membayangkan jika dalam pertemuan dia hanya memesan cah brokoli atau salad.
Kesulitan lain, Yoke tidak biasa makan buah dan sayur. Sedangkan program dietnya mengharuskan makan buah untuk mengganti karbohidrat yang dikurangi habis-habisan. Terpaksalah dia kemudian membiasakan dirinya makan buah. Yoke pun mulai mencari buah yang cocok.
Pembentukan kebiasaan makan sehat selama program tersebut sangat mengubahnya. Misalnya, dari yang tidak suka apel sama sekali, Yoke malah kini merasa belum makan jika tidak ada apel. “Sekarang, kalau enggak ketemu apel, belum terasa makan,” katanya.
Upaya Yoke membuahkan hasil. Dia menjadi pemenang dalam program penurunan berat badan tersebut. Lepas dari lomba, kebiasaan-kebiasaan sehat yang ditumbuhkan saat menjalani program itu tetap dia pertahankan. Hingga kini, berat badannya tetap stabil.
Menurut Yoke, menjalani diet itu boleh dibilang gampang, asalkan benar-benar mau menjalaninya.
NATALIA SANTI
Terpopuler:
Rokok Dilarang Cantumkan Merek di Australia
Ingin Hindari Flu? Berhentilah Sentuh Wajah
Jember Fashion Carnaval Akan Hadirkan 200 Talenta
Gas Plasma Mampu Membunuh Sel Kanker
Perang Pembebasan Sandra di Hutan Bandung
Awas Obesitas
Cara Bugar dengan Latihan Sirkuit
Menulis Bantu Otak Lansia Tetap Sehat
Benarkah Toilet Adalah Tempat Paling Kotor?
Mengenal 10 Gangguan pada Kaki