TEMPO.CO, Malang - Ketua Setara Institute yang juga pegiat di Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) Hendardi mengatakan pejuang hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib alias Munir layak dijadikan pahlawan kendati tanpa harus diakui oleh pemerintah.
“Lewat acara seperti ini sebenarnya Munir pun sudah diakui publik sebagai pahlawan,” kata Hendardi kepada wartawan di sela acara pentas seni-budaya bertajuk “Menafsir Munir Melawan Lupa” di Alun-alun Kota Batu, Jawa Timur, Senin, 3 Desember 2012. Sahabat Munir mengingatkan janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas penuntasan kasus pembunuhan Munir.
Acara itu ditujukan untuk memperingati ulang tahun ke-47 pada 8 Desember nanti dan sekaligus memperingati sewindu kematian Munir. Acara yang berlangsung sejak kemarin itu dihadiri para sahabat Munir dari kalangan seniman dan budayawan, akademisi, aktivis buruh dan aktivis mahasiswa, juga Wali Kota Batu Eddy Rumpoko dan Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin.
Seniman Djaduk Ferianto pun menyebut Munir sebagai pahlawan kemanusiaan, pembela HAM semua manusia Indonesia dari suku, agama, ras, dan golongan apa pun. Tanpa diakui negara, kepahlawanan Munir sudah diakui rakyat, khususnya oleh rakyat tertindas dan seluruh korban kekerasan.
Hal senada disampaikan Goenawan Mohamad. Menurut pendiri majalah Tempo ini, jasa dan ketokohan Munir sudah melebihi skala nasional. Munir sudah sangat dikenal oleh kalangan aktivis HAM internasional. Bila Munir masih hidup, Goenawan yakin Munir bisa mendapat Nobel Perdamaian.
Bahkan, Lukman Hakim Saifuddin lebih tegas mendukung pemberian gelar pahlawan nasional bagi Munir. “Seperti yang dikatakan Pak Goenawan Mohamad bahwa Munir sudah jadi tokoh nasional dan internasional. Maka, sudah selayaknya bila negara mengapresiasi secara resmi keberadaan Munir yang semasa hidupnya dengan memberi gelar pahlawan nasional,” kata politikus dari Partai Persatuan Pembangunan itu.
Menurut Lukman, bagi para sahabat Munir, khususnya dari kalangan aktivis, gelar pahlawan tidak terlalu penting. Ia pun yakin betul Munir tidak membutuhkan gelar pahlawan karena Munir seseorang yang sangat ikhlas dan sederhana selama hidupnya.
Namun, Lukman menukas, gelar pahlawan untuk tokoh sekaliber Munir tetap saja penting bukan semata-mata sebagai wujud pengakuan negara kepada seorang warga negaranya yang telah begitu banyak bersumbangsih bagi perlindungan dan kemajuan HAM dan demokrasi, melainkan agar menjadi pelajaran penting bagi generasi penerus agar mereka selalu mengenang, meneruskan, dan mengembangkan cita-cita Munir. Tindak dan nilai kepahlawanan Munir sudah terbukti.
Menurut dia, Munir tidak sekadar pahlawan orang-orang hilang, tidak sekadar pahlawan bagi mereka yang HAM-nya terpasung atau tertindas, tapi Munir adalah pahlawan kemanusiaan. “Sudah sepantasnya beliau dinobatkan oleh negara sebagai pahlawan nasional,” kata dia.
Lukman mendorong agar seluruh sahabat Munir untuk bersama-sama dengan dirinya mewujudkan hal itu dengan mengusulkan Munir sebagai pahlawan nasional menurut mekanisme atau prosedur yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Selain itu, Lukman juga mengajak seluruh sahabat Munir dan orang-orang yang mengakui kepahlawanan Munir untuk terus menagih janji pemerintah mengungkap tuntas kasus kematian Munir.
ABDI PURMONO