TEMPO.CO, Jakarta - Di tribun berkapasitas lima ribu penonton itu, riuh suara penonton tak begitu menggaung. Terang saja, hanya sekitar 100 orang yang hadir di Stadion Tenis Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Padahal, di stadion berstandar internasional itu sedang berlangsung laga final Turnamen Tenis Internasional Men’s Futures PGN.
Dalam pertandingan yang berlangsung Ahad, 2 Desember 2012 itu, petenis kebanggaan Indonesia, Christopher Rungkat, sedang bertanding melawan petenis asal Korea Selatan, Suk Young Jeong. Penonton menyemangati Christopher yang berjuang keras merebut juara. Namun, tetap saja stadion tampak sepi. Bangku penonton terlihat banyak yang kosong.
Di babak-babak awal, penonton lebih sepi lagi. Bahkan, kadang hanya beberapa wartawan dan fotografer yang menempati tribun penonton. Christopher Rungkat, petenis yang akhirnya menjadi juara setelah mengalahkan Jeong, menduga hal ini disebabkan kurangnya promosi turnamen ini. Ia mengaku jarang melihat publikasi turnamen tenis di majalah maupun televisi. “Saya yakin, tidak banyak yang tahu turnamen ini. Cuma orang tenis (pecinta tenis),” kata dia.
Setelah Turnamen Futures dan Circuit PGN berakhir Ahad lalu, pekan ini Turnamen Tenis Men’s Futures dan Women’s Circuit kembali diadakan, kali ini dengan nama Martina Widjaja Championship. Di hari kedua babak utama ini, Rabu, 5 Desember, penonton terlihat lebih ramai dari pekan lalu, sekalipun tetap saja masih banyak bangku di tribun penonton yang kosong.
S. Riyadi, pensiunan pegawai pemerintah yang saat ini tinggal di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, mengaku baru mengetahui adanya turnamen tenis internasional di Senayan setelah melihat berita di televisi dan media sosial Twitter bahwa Christopher Rungkat lolos ke final Tunamen PGN. “Beberapa teman juga mengeluh soal kurangnya publikasi turnamen ini,” kata dia kepada Tempo saat menonton pertandingan hari ini.
Padahal, menurut Riyadi, pemasyarakatan tenis itu penting. “Kalau banyak oramg tua mengajak anaknya menonton tenis, kan, dari kecil anak-anak itu bisa mulai mencintai tenis,” kata dia. Dengan begitu, kata Ryan, tenis bisa makin populer.
Pengunjung lain, Ade, 50 tahun, warga Pondok Gede, Jakarta Timur, mengatakan hal yang senada. Menurut dia, melihat tenis di televisi berbeda dengan melihat secara langsung. “Kalau melihat secara langsung, kami pecinta tenis bisa lebih banyak belajar,” ujarnya. Ia menyayangkan kurangnya publikasi turnamen tenis macam ini.
Direktur Turnamen PGN dan Martina Widjaja Championship, Teddy Tandjung, mengatakan pihaknya sudah berusaha mempromosikan turnamen tenis ini. “Kami sudah membuat konferensi pers. Beberapa televisi juga menampilkan liputan turnamen ini,” kata dia.
Menurut Teddy, turnamen di Jakarta memang sepi penonton. “Berbeda ketika kami mengadakan turnamen di daerah-daerah. Penonton selalu penuh,” kata dia. Ia menduga, macet menjadi salah satu alasan penonton malas datang menonton.
Teddy mengatakan, animo penonton turnamen tenis memang tidak bisa dibandingkan dengan sepak bola yang merupakan olahraga paling populer di Indonesia. “Mungkin juga karena prestasi petenis sekarang belum sebaik dulu,” kata Teddy. Ia bertutur, dulu turnamen tenis selalu ramai ketika diikuti petenis legendaris Indonesia, seperti Yayuk Basuki atau Angelique Wijaya.
GADI MAKITAN
Terpopuler:
PSSI: Sudah Ada Titik Terang
Hasil Lengkap Pertandingan Liga Champions
Diego Mendieta Meninggal karena Virus dan Jamur
City Bikin Dua Rekor di Liga Champions
Persis Solo Bayar Gaji Diego Mendieta
City, Tim Inggris Pertama yang Tak Pernah Menang
Tekuk Porto, PSG Juara Grup A
Manajemen Berjanji Bayar Gaji Diego
Messi Dipilih Bukan buat Patahkan Rekor Muller
Gagal di AFF, Kontrak Manajer Timnas Diputus