TEMPO.CO, Jakarta - Parlemen Prancis saat ini tengah menggodok undang-undang yang di antaranya berisi rencana penerapan bea masuk yang besarnya mencapai 300 persen untuk komoditas minyak sawit mentah (CPO). Alasannya, CPO yang mengandung lemak jenuh dinilai tak baik untuk kesehatan.
Sebagai negara eksportir CPO terbesar di dunia, Indonesia tak tinggal diam. Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan akan segera melobi parlemen Prancis untuk memberi penjelasan. "Melalui debat terbuka, saya jelaskan bahwa apa pun kalau dikonsumsi secara berlebihan ya tidak baik, bukan hanya soal sawit," ujarnya kepada wartawan di kantornya, Selasa, 11 Desember 2012.
Setiap tahunnya Prancis mengimpor sekitar 160 ribu ton CPO. Jumlah ini relatif kecil dibandingkan dengan impor CPO untuk keseluruhan impor Eropa yang setiap tahunnya mencapai 5 sampai 6 juta ton. Setengah dari jumlah itu berasal dari Indonesia.
Meskipun jumlahnya kecil, Bayu menganggap rencana bea masuk CPO itu sebagai bentuk kampanye negatif terhadap produk ekspor andalan Indonesia itu. Untuk itu, ia kemudian menyinggung soal kepentingan bisnis masing-masing negara.
Seperti diketahui, maskapai-maskapai penerbangan Indonesia beberapa tahun belakangan banyak membeli pesawat Airbus dari Prancis. Belum lagi, beberapa perusahaan terkemuka Prancis seperti Danone, L'oreal, dan Carrefour berekspansi besar-besaran hingga pelosok negeri. Untuk itu, sebagai timbal balik, Bayu berharap Prancis dapat menerima produk Indonesia. "Sawit ini kepentingan Indonesia. Saya minta itu dijaga juga," ujarnya.
Serangan terhadap komoditas sawit bukan kali ini saja dihadapi Indonesia. Selain isu kesehatan, isu lingkungan juga kerap dilancarkan untuk melemahkan komoditas ekspor utama Indonesia ini. Soal ini, Bayu menyatakan bahwa dari 23 juta ton CPO yang dihasilkan Indonesia, 7 ton di antaranya sudah bersertifikat ramah lingkungan.
Kampanye-kampanye negatif ini dinilai sangat merugikan. Apalagi, pada 2014 mendatang Uni Eropa akan menerapkan peraturan pelabelan baru di mana tiap produk harus memerinci minyak nabati yang dikandungnya, apakah itu dari sawit atau kedelai. Sebelumnya, ekspor komoditas ini sudah terusik oleh krisis moneter di Eropa.
Jika hal itu terjadi, sawit Indonesia tak akan lagi berhadapan dengan regulasi impor di tiap-tiap negara, melainkan langsung dengan penilaian konsumen. "Kalau image sawit terus dirusak dengan isu kesehatan, lingkungan, dan macam-macam ini, konsumen akan dengan sendirinya menolak sawit," ujarnya. Untuk itu, Bayu berencana untuk menggandeng Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia guna menangkal berbagai kampanye negatif tersebut.
PINGIT ARIA
Berita Terpopuler:
Habibie Pengkhianat Bangsa, Ini Tulisan Lengkapnya
SBY Marah, Alex Noerdin di Amerika Serikat
Disebut Pengkhianat Bangsa, Habibie Center Santai
Partai Demokrat Digerogoti Anak Kos
Joko Widodo Tundukkan Sutiyoso