TEMPO.CO, Jakarta - Rhoma Irama sudah siap maju ke bursa pencalonan Presiden 2014. Ditemui Tempo di kediamannya, Senin, 24 Desember 2012, raja dangdut ini buka suara soal keinginannya untuk memperbaiki akhlak bangsa. Berikut kutipannya dari majalah Tempo Edisi 31 Desember 2012:
Isu poligami bisa menggerus dukungan terhadap Anda. Bagaimana Anda menjelaskannya kepada calon pemilih?
Pernikahan itu takdir. Poligami bukanlah cacat politik atau moral, tidak sama dengan perzinaan. Tak ada kaitannya dengan integritas.
Kalau presiden melakukan poligami, apakah tidak akan merepotkan protokoler Istana? Misalnya, siapa yang jadi ibu negara?
Saya rasa enggaklah. Yang pasti, tugas-tugas kenegaraan tidak terhambat.
Bila terpilih, apakah Anda akan mencabut peraturan pemerintah yang mengatur soal izin poligami bagi pegawai negeri?
Saya rasa itu tadi, ini pemerintahan kan kolektif. Di era sekarang ini presiden harus mendapat rekomendasi DPR.
Apakah sudah terbayang apa yang Anda lakukan dalam tiga bulan pertama sebagai presiden?
Yang sangat perlu dibenahi adalah akhlak. Untuk bisa menegakkan akhlak, perlu supremasi hukum. Hukum harus tegak sehingga akhlak tegak. Kedua, persatuan. Bila dua hal itu baik, program apa pun akan berjalan lancar.
Konkretnya, apa yang dilakukan untuk menegakkan akhlak?
Contoh, dulu menghina kepala negara ada sanksi hukum. Itu dihapuskan sekarang. Dulu orang tidak berani menghina kepala negara, sehingga ke bawahnya mereka hormat. Murid menghormati gurunya, anak menghormati orang tuanya.
Jadi, Anda akan menghidupkan kembali Undang-Undang Subversif?
Bukan subversif. Enggak ada kaitannya dengan subversif. Ini soal akhlak. Penegakan hukum harus ada sanksi efek jera supaya orang tidak berbuat kemaksiatan. Kalau menghina atau korupsi jelas hukumannya.
Dalam pemberantasan korupsi, hukum tak bisa tegak karena aparat senang disuap.
Paling tidak, ada produk hukum sebagai sandaran untuk penegakan hukum itu. Kalau hukum dan undang-undangnya tidak ada. Seperti menghina presiden tadi, kan enggak ada. Jadi, produk hukum itu kita buat.
Produk hukum tentang korupsi kan sudah ada.
Iya, tapi implementasi dari hukum itu butuh proses. Sekarang alhamdulillah, di balik segala kekurangan SBY, beliau satu-satunya yang menegakkan hukum di bidang korupsi. Baru sekarang bupati, gubernur, sampai menteri bisa diusut. Produk hukum sudah ada, implementasi semakin membaik. Kita tidak pesimistis.
MAJALAH TEMPO | ALIA