TEMPO.CO, Jakarta - Sepanjang tahun lalu nilai tukar rupiah melemah di tengah menguatnya sejumlah mata uang regional lainnya. Dalam transaksi Jumat lalu, rupiah ditutup pada level 9.637 per dolar Amerika Serikat, yang berarti melemah 568 poin (6,26 persen) dari posisi akhir tahun 2011 pada 9.069 per dolar.
Mata uang regional lainnya justru menguat sepanjang 2012. Won Korea menguat 7,11 persen, peso Filipina terapresiasi 6,47 persen, dolar Singapura naik 5,86 persen, ringgit Malaysia menguat 3,47 persen, serta baht Thailand juga menguat 3,47 persen terhadap dolar Amerika. Sedangkan dolar Australia melemah 3,1 persen.
Analis dari Treasury Bank BNI, Radiyta Ariwibowo, mengemukakan bahwa pelemahan rupiah sepanjang 2012 diakibatkan oleh beberapa faktor. Pertama, ketidakpastian di Eropa terkait dengan masalah Yunani yang dikhawatirkan akan keluar dari Yunani dan kecemasan tebing fiskal (fiscal cliff) di Amerika.
Kedua, rencana kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi yang memicu kenaikan harga, walaupun akhirnya tidak jadi dinaikkan karena harga minyak dunia cenderung turun, serta neraca perdagangan Indonesia yang mengalami defisit sehingga memicu defisit neraca transaksi berjalan.
“Defisitnya neraca perdagangan membuat pasokan dolar dari para eksportir terbatas, sedangkan permintaan untuk membiayai impor terus meningkat, membuat rupiah cenderung melemah,” ujarnya.
Tercapainya kesepakatan untuk menghindari tebing fiskal di Amerika diperkirakan akan kembali memicu animo investor untuk kembali memburu aset-aset yang berimbal hasil tinggi di pasar berkembang, seperti rupiah, karena aliran dana asing akan kembali masuk.
Namun melambatnya kinerja ekspor yang dibarengi dengan meningkatnya permintaan impor barang yang dapat memicu defisit perdagangan masih akan mengancam pelemahan rupiah. “Pasokan dolar AS akan tetap terbatas karena di triwulan pertama biasanya digunakan oleh para pelaku usaha untuk mengimpor bahan baku,” ujarnya.
Sepanjang tahun ini, Raditya memprediksi, bila pemerintah dan bank sentral bisa menjaga inflasi dari rencana kenaikan harga BBM bersubsidi, tarif daya listrik, serta upah buruh, rupiah bisa menguat hingga ke level 9.300-9.400 per dolar AS. Jika gagal, rupiah bisa melanjutkan pelemahan hingga ke 9.900 per dolar Amerika.
PDAT | VIVA B. K