TEMPO.CO, GUANGZHOU - Sekitar 100 jurnalis Cina, Senin, 7 Januari 2013, menggelar unjuk rasa yang sangat jarang terjadi. Para wartawan harian terkemuka Southern Weekly melakukan aksi duduk di depan gerbang kantor mereka yang terletak di Kota Guangzhou, Provinsi Guangdong.
Mereka menuntut penghapusan pembatasan informasi serta pengunduran diri kepala bidang propaganda provinsi, Tuo Zhen. Kemarahan jurnalis berawal sejak pekan lalu. Saat itu, tulisan editorial untuk tahun baru tentang pemerintahan berdasarkan konstitusi tiba-tiba diganti dengan artikel pujian bagi Partai Komunis Cina.
Dalam dua surat terbuka yang ditulis oleh 35 mantan staf dan 50 jurnalis pada akhir pekan, mereka menuntut Tuo Zhen segera mundur karena intervensi yang sangat kasar. Namun, pada Ahad malam, pesan resmi dari mikroblog harian tersebut membantah berita itu. Bantahan inilah yang kemudian memicu unjuk rasa terbuka.
“Tuo Zhen kerap meminta jurnalis menyerahkan topik tulisan sebelum dicetak dan membatalkan artikel yang dinilai anti-pemerintah,” kata Xiao Shu, bekas kolumnis harian Southern Weekly kepada Reuters melalui telepon.
Di Cina, media berada di bawah pengawasan departemen propaganda. Departemen ini kerap mengganti tulisan yang dianggap membahayakan pemerintah dan Partai Komunis dengan artikel lain yang sesuai dengan opini partai.
Sejumlah aktivis hak asasi manusia pun turut serta dalam aksi ini. Demonstran membawa poster bertuliskan “Kebebasan berekspresi bukan kejahatan” dan “Rakyat Cina menuntut kebebasan, konstitusi dan demokrasi.” Para peserta aksi juga membawa bunga krisan kuning sebagai simbol melawan kematian kebebasan pers.
“Kelompok Media Nanfang berani berbicara jujur tentang kondisi Cina. Untuk itu kami mendukung keberanian mereka,” kata Ao Jiayang, salah satu pekerja LSM yang turut berdemo. “Kami berharap ini menjadi momentum bagi kebebasan pers di Cina,” Ao menegaskan.
Harian Southern Weekly memang sangat terkenal di Negeri Tirai Bambu karena laporan investigasinya. Koran ini juga berani menulis artikel yang berusaha memecah kebuntuan dalam kebebasan berekspresi di Cina.
Aparat menjaga ketat unjuk rasa ini meski tidak melarang kegiatan tersebut. Hal ini menunjukkan pemerintah Guangdong yang dipimpin politikus naik daun, Hu Chunhua, berusaha meredam amarah masyarakat ihwal pembatasan informasi.
L REUTERS | SITA PLANASARI AQUADINI