TEMPO.CO, Surabaya - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melawan putusan Mahkamah Konstitusi dan menyatakan tetap mempertahankan Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) di kotanya. Risma beralasan RSBI di Surabaya tidak pernah melakukan diskriminasi penerimaan siswa.
"Enggak ada pengaruhnya (Keputusan MK) di Surabaya," kata Tri Rismaharini, Rabu, 9 Januari 2013. Risma mengatakan RSBI di Surabaya tidak dipungut biaya. Kalau pun ada yang meminta pungutan, itu dilakukan oleh oknum. RSBI di Surabaya juga memberlakukan kuota 5 persen untuk keluarga tidak mampu. Siswa dari keluarga tidak mampu juga mendapatkan seragam dan buku-buku pelajaran secara gratis.
Untuk masuk RSBI, kata dia, bukan masalah dari keluarga mampu atau tidak mampu, tapi yang dihitung adalah prestasi akademik. ”Dan usulan kami, semua harus menjalani tes untuk bisa masuk RSBI," ujarnya.
Baktiono, Ketua Komisi Pendidikan DPRD Surabaya dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, mendukung sikap Risma. Menurut dia, masalah pendidikan sudah menjadi bagian dari otonomi daerah dengan mengacu kisi-kisi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. "MK seharusnya turun ke daerah, misalnya ke Surabaya mengambil sampling. Apakah RSBI di daerah itu bermasalah atau tidak," dia menerangkan.
Baktiono mengatakan kekhawatiran RSBI akan menghilangkan jati diri bangsa tidak akan terjadi di Surabaya. Alasannya, meski RSBI di Surabaya mengacu standar internasional, tetapi tetap menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantar. “Juga ada muatan lokalnya, bahasa daerah. Jadi wawasannya internasional, tapi tidak menghilangkan karakter dan kultur bangsa. Justru kami mendorong sekolah negeri bisa seperti RSBI," ujarnya.
SONY WIGNYA WIBAWA