TEMPO.CO, Jakarta - Hotasi Nababan, bekas Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines, tetap dituntut pidana 4 tahun penjara. Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, 29 Januari 2013, jaksa penuntut umum menolak nota pembelaan alias pleidoi Hotasi.
"Kami tetap pada tuntutan pidana yang telah dibacakan, mohon majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menolak seluruh pleidoi, menyatakan terdakwa bersalah, terbukti secara sah dan meyakinkan telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan menyalahgunakan wewenang," kata jaksa Ismaya Hera ketika membacakan tanggapan atas pleidoi Hotasi.
Hotasi Nababan diseret ke pengadilan karena dianggap terlibat kasus korupsi penyewaan dua pesawat Boeing pada 2006. Hotasi didakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dalam kasus penyewaan dua unit pesawat Boeing. Perbuatan itu dilakukan Hotasi bersama Tony Sudjiarto, bekas General Manager Aircraft Procurement Division Merpati.
Sebelumnya, Hotasi pernah memprotes kasus ini. Menurut dia, kasus ini seharusnya perdata. Kuasa hukumnya, Juniver Girsang, menilai dakwaan jaksa seharusnya dibatalkan demi hukum. Apalagi, menurut dia, sejumlah pihak yang pernah memeriksa perkara ini juga sudah menyatakan kasus penyewaan Merpati adalah perdata.
Penyewaan dua unit Boeing oleh Merpati sudah pernah diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan pada April 2007, Badan Reserse Kriminal pada September 2007, dan bagian Jaksa Agung Muda Pidana Khusus serta JAM Intelijen Kejaksaan Agung. "Semua menyatakan tak ada korupsi," kata Juniver. Bahkan, kata dia, Komisi Pemberantasan Korupsi juga menyebut kasus Merpati bukan tindak pidana.
Sikap KPK itu disampaikan dalam surat bernomor R-3898/40-43/10/2009 pada 27 Oktober 2009 lalu. "Surat itu menyatakan kasus perjanjian sewa pesawat dan penyerahan security deposit oleh MNA tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," kata Juniver.
Tapi alasan ini ditolak jaksa. Menurut jaksa, surat dari KPK, Bareskrim Polri, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyimpulkan perkara gagal sewa pesawat ini tidak memenuhi kriteria tindak pidana korupsi, tidak bisa dijadikan dasar untuk menghentikan penyidikan perkara.
"Dalam persidangan sudah dinyatakan dan dipertegas bahwa surat KPK, Polri, Kejagung, bukanlah SP3. Bahkan, sekalipun SP3, KUHAP masih membuka ruang untuk dibuka lagi dengan alasan yang tepat," tutur Ismaya. "Kerugian yang terjadi sudah sangat jelas, yaitu security deposit US$ 1 juta. Terbukti uang tersebut tidak dikembalikan ke Merpati," Ismaya menyebutkan.
Hotasi dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menilai Hotasi terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hotasi mengungkapkan dalam pleidoinya bahwa tak ada pelanggaran anggaran dasar dalam penyewaan Boeing. "Keputusan harus diambil bersama dengan direksi lain. Keputusan kolektif menghindarkan adanya penyalahgunaan wewenang oleh saya atau yang lain," kata Hotasi dalam persidangan, 22 Januari 2013.
MUHAMAD RIZKI
Berita Terpopuler:
Golkar Minta Priyo Budi Santoso Diusut
Aceng Terancam 15 Tahun Penjara
KPK Tangkap Perantara Suap Politikus
Status BBM Wanda Hamidah Sebelum Diciduk BNN
Begini Efek Narkoba yang Dipakai Raffi Ahmad
Raffi Ahmad Dapat Narkoba dari Kampung Ambon?