TEMPO.CO, Surabaya - Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya menangkap jaringan pengedar narkotik yang dikendalikan dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Madiun, Jawa Timur. Lima orang menjadi tersangka dalam kasus ini, salah satunya Stephanie, warga Asembagus, Surabaya, yang berperan sebagai bandar.
Menurut Wakil Kepala Satuan Narkoba Polrestabes Surabaya, Komisaris Polisi Leonard Sinambela, Stephanie melakukan kontak dengan narapidana LP Madiun berinisial E. Wanita 24 tahun itu biasanya menggunakan telepon seluler untuk menjalin kontak dengan E jika ada pesanan.
Barang narkoba--sabu-sabu, ganja, maupun ekstasi--diperoleh dari luar LP, yang dikirim dengan memanfaatkan jasa kurir lepas. Kurir dan Stephanie tidak pernah bertemu muka. Mereka menggunakan sistem ranjau, yaitu narkoba ditaruh di suatu tempat kemudian diambil pemesan. "Kurir hanya taruh di suatu tempat lalu diambil Stephanie. Jadi mereka tidak pernah kenal," kata Leonard dalam jumpa pers, Rabu, 30 Januari 2013.
Dalam peredarannya, Stephanie bekerja sama dengan JN (pacarnya) yang baru berusia 19 tahun; sang adik, Stevan (19); Axellya (18); dan Melissa (21). Selain pengedar, mereka juga pemakai. Dikatakan Leonard, komplotan ini menyimpan dan bertransaksi narkoba di sebuah apartemen di kawasan Surabaya barat. "Mereka ini termasuk bandar besar yang pengedarnya memanfaatkan pelajar putus sekolah atau di bawah umur," kata Leonard.
Kepada polisi, Stephanie mengaku baru terlibat dalam peredaran narkoba ini selama 5-6 bulan terakhir. Namun, polisi tidak begitu saja percaya. Sebab, si E sangat percaya dengan Stephanie. Sering kali Stephanie memesan narkoba dalam jumlah besar tanpa membayar lebih dulu. "Jadi, si E ini sangat percaya meski belum dibayar. Kalau percaya, berarti kan transaksi sudah cukup lama," ujarnya.
Apalagi Stephani sudah mengenal E sejak keduanya masih SMA. Sayangnya, polisi masih kesulitan menemukan E. Ini karena nama E adalah nama panggilan, sementara data narapidana di LP berdasarkan nama lengkap. Karena itu, polisi masih terus menelusuri kasus ini untuk mengungkap jaringan narkoba yang diduga sudah berjalan cukup lama.
Saat ditanya wartawan, Stephanie yang mengenakan pakaian tahanan merah itu hanya menutup muka. Ia mengaku baru dua bulan menjalani bisnis ini. Perempuan lulusan SMA ini langsung bungkam ketika wartawan bertanya lebih dalam. Menurut Leonard, Stephanie bisa memperoleh untung Rp 200 ribu untuk penjualan sabu, Rp 50 ribu-100 ribu untuk pil ekstasi, dan Rp 50 ribu untuk ganja yang dijual.
Selain komplotan Stephani, polisi juga berhasil mengungkap 39 kasus narkoba dengan 48 tersangka, delapan di antaranya perempuan. Ada dua jaringan terbesar yang melibatkan sebagian tersangka, salah satunya adalah jaringan Stephanie. Dari para tersangka, polisi menyita barang bukti berupa 164,3 gram sabu, satu kilogram ganja, 474 butir ekstasi, 328 butir happy five, 1 butir 0,40 gram okerbaya, dua unit mobil, 22 buah alat isap, dan 27 unit telepon genggam.
AGITA SUKMA LISTYANTI