TEMPO.CO, Jakarta -- Terendamnya Jalan Thamrin di sekitar Sarinah, Jakarta Pusat, setelah hujan deras pada Rabu, 6 Februari 2013 diduga disebabkan oleh penurunan tanah. Air tak bisa mengalir karena posisi Sarinah lebih rendah dari posisi drainase.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, Ery Basworo, mengatakan wilayah itu kini berupa cekungan sehingga air malah berkumpul di sekitar Sarinah ketika hujan "Padahal, di kiri dan kanannya sudah ada saluran yang mengarah ke Kali Krukut. Tetapi air tak bisa mengalir karena posisinya sekarang lebih rendah," kata Ery ketika ditemui di Kuningan, Kamis, 7 Februari 2013.
Hal serupa, menurut Ery, juga terjadi di sekitar Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jalan Medan Merdeka Selatan. "Jalan di sana juga harus ditinggikan," katanya.
Penurunan tanah disebabkan oleh penyedotan air tanah melalui sumur-sumur. Oleh sebab itu, menurut dia, tanah Jakarta akan terus menurun jika warga masih mengandalkan air tanah ketimbang air dari Perusahaan Air Minum.
Jika sudah begini, air hanya bisa dialirkan melalui pompa. Ery mengklaim pompa yang berada di Thamrin sudah berfungsi dengan baik. Pompa-pompa itu mengalirkan air yang ditampung di dua bak penampungan yang terletak memanjang berukuran 3x2 meter. "Tetapi kalau hujannya sederas kemarin, bak itu akan penuh setelah hujan selama sekitar 10 menit," kata Ery.
Setelah itu, timbul atau tidaknya genangan bergantung pada kinerja pompa yang mengalirkan air ke sungai. Rumah pompa biasanya mampu menyedot 2.500 liter air per detik. Ery mengatakan tiga pompa yang berada di sekitar Jalan M.H. Thamrin sudah beroperasi penuh. Namun, air hujan kemarin jauh lebih deras. "Curah hujannya kemarin mencapai 120 milimeter per detik, padahal saluran air hanya mampu menampung 50 milimeter air per detik," katanya.
Ery mengakui, drainase di Jakarta memang tak didesain untuk menampung curah hujan sangat tinggi seperti yang terjadi pada Rabu lalu. "Saluran air didesain untuk menampung curah hujan standar," katanya. Soalnya, dana yang dibutuhkan untuk membangun drainase berkapasitas tinggi jauh lebih mahal. "Padahal, curah hujan seperti itu paling hanya terjadi lima tahun sekali. Jadi, akan mubazir dengan dana yang besar," katanya.
Namun, pihaknya akan mengevaluasi sistem drainase di Jakarta. "Soalnya kondisi sekarang sudah jauh berbeda dengan saat drainase dibuat," kata dia. Hilangnya lahan serapan air dan penurunan tanah membuat arah aliran air pun berubah karena kemiringan tanah menjadi berbeda.
Oleh sebab itu, Dinas PU DKI Jakarta berencana memperlebar gorong-gorong dan membuat sodetan-sodetan di sejumlah titik agar air bisa langsung mengalir ke kali terdekat. Penambahan pompa juga menjadi salah satu solusi mengatasi timbulnya genangan air saat hujan. "Misalnya di dekat kantor Komisi Pemberantasan Korupsi di Jalan Rasuna Said," kata dia.
Pembuatan sumur resapan juga menjadi salah satu jalan keluar. Namun, pembuatan sumur harus mempertimbangan muka air tanah. Sumur resapan hanya bisa dibuat di wilayah yang muka air tanahnya rendah. "Kalau muka air tanah masih tinggi akan percuma karena air tak akan terserap." Klik info banjir Jakarta di sini.
ANGGRITA DESYANI
Baca juga:
Banjir, Jakarta Macet Total
Bayi Ini Sudah Dijual Sebelum Lahir
Tersangka Penjual Bayi Dikenal Berdagang Pakaian
4 Penyebab Hujan 2 Jam Jakarta Terendam
Banjir Jakarta Akibat Curah Hujan Tinggi